Selong (Suara NTB) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) NTB menggelar aksi di Taman Rinjani Selong pada Minggu, 9 Februari 2025. Aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah mengevaluasi serta melakukan moratorium terhadap izin tambang galian C yang marak di Kabupaten Lombok Timur (Lotim).
Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, dalam keterangannya kepada Suara NTB menyatakan bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan di Lotim cukup parah. Berdasarkan data yang dihimpun Walhi NTB dari 2020 hingga 2022, lahan yang mengalami kerusakan, baik yang berada di kawasan hutan, pertanian produktif, maupun kawasan pesisir, mencapai 134.212 hektar, yang terbagi dalam kategori kritis dan potensial kritis.
Walhi mendorong agar izin tambang galian C dievaluasi secara komprehensif, terutama terkait dengan dampak operasionalnya. Menurut mereka, dampak tambang ini sudah sangat terasa, dengan kerusakan lingkungan yang semakin meluas.
Fakta-fakta kerusakan lingkungan tersebut dapat terlihat dari meningkatnya bencana ekologi seperti banjir, tanah longsor, dan degradasi lahan pertanian yang merupakan sumber hidup bagi warga setempat. Selain itu, hasil produksi pertanian juga mengalami penurunan signifikan, yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di daerah tersebut.
Walhi mengingatkan agar pemerintah tidak memberikan izin kepada pelaku tambang ilegal. Sebaliknya, mereka mendesak agar penegakan hukum dilakukan terhadap pelaku tambang ilegal yang sudah jelas menimbulkan kerusakan lingkungan. Menurut mereka, sanksi pidana harus dijatuhkan sebagai bentuk penegakan hukum yang tegas.
Amri Nuryadin menilai bahwa aktivitas penambangan galian C ini semakin memperburuk kerusakan lingkungan. Padahal, pemerintah sudah memiliki aturan untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan, namun aturan tersebut belum diterapkan dengan baik. Ia juga mencontohkan lokasi penambangan PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di Desa Pohgading Timur, Kecamatan Pringgabaya, yang tidak menunjukkan adanya upaya reklamasi pasca-penambangan. Akibatnya, lahan pertanian di sekitar lokasi tambang menjadi terdampak.
“Seharusnya perusahaan bertanggung jawab untuk segera melakukan pemulihan kawasan tambang yang sudah beroperasi. Pemerintah harus tegas dalam menuntut perusahaan untuk melaksanakan kewajiban tersebut,” ujarnya.
Amri juga menambahkan bahwa jika pemerintah kembali memberikan izin untuk tambang ilegal, hal tersebut akan bertentangan dengan konstitusi dan mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. “Aturan dalam izin tambang harus ditegakkan,” tegasnya.
Direktur LPSDM NTB, Ririn Hayudiani, menjelaskan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. LPSDM bersama Walhi berupaya memberikan pendidikan publik mengenai isu lingkungan yang sering terabaikan. Menurutnya, bencana banjir dan bencana alam lainnya disebabkan oleh eksploitasi alam yang tidak bijak. Penambangan galian C yang tidak berizin, jelasnya, menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
“Aktivitas tambang yang berizin masih bisa diterima karena mengikuti aturan yang ada. Namun, tambang ilegal jelas sangat berbahaya, dan dampaknya sudah terlihat di desa-desa binaan LPSDM, seperti di Labuhan Lombok dan Seruni Mumbul, di mana aliran sungai telah melebar dan mengancam pemukiman warga,” ungkapnya.
Ririn menambahkan, ia berharap agar para pengambil kebijakan lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Jika kerusakan lingkungan terus berlanjut, itu akan menguras anggaran pemerintah untuk penanggulangan bencana. “Pesan kami, mari kita jaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik,” imbuhnya.
Aksi untuk menjaga lingkungan yang digelar Walhi dan LPSDM NTB pada Minggu kemarin diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama melindungi alam. (rus)