spot_img
Selasa, Februari 11, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIPengusaha Transportasi Lokal Minta Angkasa Pura I Pertimbangkan Ulang Izin Angkutan Baru...

Pengusaha Transportasi Lokal Minta Angkasa Pura I Pertimbangkan Ulang Izin Angkutan Baru di Bandara Lombok

Mataram (Suara NTB)-Kebijakan PT Angkasa Pura I Bandara Lombok yang dalam membuka akses bagi perusahaan transportasi besar, seperti Blue Bird dan taksi aplikasi online di Bandara Lombok masih menuai protes dari pengusaha transportasi lokal. Mereka merasa terancam dan akan kehilangan kesempatan untuk berkembang di wilayahnya sendiri.

H. Lalu Basir, salah satu pengusaha transportasi bandara Lombok mengungkapkan, kebijakan Angkasa Pura I yang membuka keran lebar kepada perusahaan nasional transportasi umum dianggap tidak berpihak pada kearifan lokal. Menurutnya, kehadiran Blue Bird dan taksi aplikasi online semakin mempersempit ruang gerak pengusaha lokal yang sudah lama beroperasi di bandara.

“Saya lihat kebijakan ini melemahkan pengusaha lokal. Angkasa Pura I tetap memasukkan Blue Bird meskipun sudah ada penolakan dari kami, baik secara lisan maupun tertulis. Kami sudah berupaya memberikan masukan dalam sosialisasi, tetapi tetap tidak dihiraukan,” ujar Lalu Basir.

Menurutnya, berbagai upaya sudah dilakukan agar menjadi pertimbangan Angkasa Pura I. dengan hearing ke dewan, bahkan dengan melakukan aksi. Namun tetap tidak menjadi pertimbangan.

Angkasa Pura I meskipun memberikan opsi penambahan kuota armada transportasi lokal, dan tetap mengakomodir Blue Bird dinilai tidak efektif karena jumlah penumpang yang ada saat ini sudah terbatas.

“Menambah kuota tidak menyelesaikan masalah karena armada sudah banyak, tetapi penumpang tidak bertambah. Ini sama saja seperti memperkecil ruang usaha kami,” tambahnya.

Selain itu, pengusaha lokal menilai bahwa kebijakan ini menabrak beberapa peraturan yang seharusnya melindungi usaha rakyat. Beberapa regulasi yang disebutkan antara lain UUD 1945 Pasal 33, Astra Cita Presiden No. 2, 3, dan 4 yang mengutamakan ekonomi kerakyatan, serta UU Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009. Bahkan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 118 Tahun 2018 tentang angkutan khusus juga menjadi sorotan karena dinilai tidak diterapkan dengan benar.

Ketua Koperasi Lombok Baru ini berharap PT Angkasa Pura lebih mempertimbangkan keberlangsungan usaha lokal sebelum memasukkan perusahaan transportasi besar.

“Kami tidak alergi terhadap perubahan, tapi waktunya belum tepat. Supir freelance lokal masih sangat membutuhkan penghasilan dari bandara. Transportasi lokal kita sudah cukup standar dan jumlahnya sangat cukup untuk melayani penumpang. Harap dipertimbangkan lagi kerjasama dengan Blue Bird dan taksi online lainnya,” tegasnya.

Terpisah, Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) NTB, Junaidi Kasum, turut angkat bicara terkait polemic transportasi di bandara ini. Ia menegaskan bahwa pihak otoritas bandara seharusnya lebih mengutamakan terlebih dahulu transportasi lokal dibandingkan memberi ruang bagi perusahaan besar.

“Saya memberikan saran kepada otoritas bandara untuk mengacu pada aturan yang berlaku. Hari ini ada pihak yang melakukan demonstrasi menolak masuknya perusahaan nasional dan aplikasi online, tetapi Organda tidak diajak berdiskusi untuk mencari solusi bersama. Padahal, ini menyangkut keadilan bagi pengusaha lokal,” ujar Junaidi.

Ia juga menyayangkan jika pengelola bandara juga berencana mendatangkan pengelola transportasi dari luar daerah untuk melakukan pengelolaan transportasi umum di bandara, karena hal ini berpotensi menimbulkan konflik baru.

“Kalau pengusaha lokal masih mampu memberikan layanan, kenapa harus mendatangkan perusahaan luar? Ini bisa memicu keributan lagi. Ini kan artinya pengelola bandara sendiri sebagai otoritas yang membuat keributan itu,” tegasnya.

Selain itu, ia menyoroti keberadaan taksi online yang juga mulai masuk ke bandara tanpa regulasi yang jelas.

“Taksi online boleh masuk, tapi harus ada pembatasan. Di bandara lain biasanya ada penandaan seperti stiker khusus agar tidak semua armada bisa seenaknya masuk. Hal ini harus diperhatikan oleh pengelola bandara,” tambahnya.

Junaidi menekankan pentingnya keseimbangan dalam kebijakan transportasi bandara agar tetap memberikan peluang bagi pengusaha lokal.
“Siapa saja boleh masuk, tetapi harus mengutamakan kepentingan lokal. Transportasi lokal kita sudah mampu menyesuaikan, jadi jangan sampai tersingkir hanya karena kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka,” tutupnya.

Polemik ini masih terus bergulir, dan harapan besar disematkan kepada PT Angkasa Pura I agar lebih mendengar aspirasi pengusaha lokal demi kesejahteraan bersama.

Dikonfirmasi hal ini, Humas PT Angkasa Pura I Bandara Lombok, Arif Haryanto menjelaskan, adanya beragam pilihan seperti transportasi berbasis online (Grab & GoCar) dan juga berbasis argometer (BlueBird) bagi para pengguna jasa merupakan bentuk pemenuhan pengelola bandara akan pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan keamanan sesuai prinsip 3S+1C.

“Perlu diketahui bahwa para pengemudi transportasi berbasis online yang ada di bandara merupakan mitra usaha PT Angkasa Pura Indonesia yang masuk ke dalam anggota koperasi dan juga perusahaan land transport yang dikelola masyarakat Lombok Tengah,” ujarnya.

Jika desakan dari sebagian orang untuk menghentikan kemitraan usaha (Grab, GoCar, dan BlueBird) dipenuhi, justru hal ini berpotensi menciptakan preseden buruk yang dapat mempengaruhi dinamika dunia usaha bandara ke depan.
Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi ekosistem bisnis di PT Angkasa Pura Indonesia KC Bandara Lombok secara khusus, serta PT Angkasa Pura Indonesia secara keseluruhan, guna menjaga stabilitas dan keberlanjutan operasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.(bul)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO