Giri Menang (Suara NTB) – Dugaan intimidasi dialami seorang wartawan Inside Lombok, Yudina Nujumul Quraini saat melakukan liputan di kantor salah satu pengembang perumahan, Selasa, 11 Februari 2025. Jurnalis perempuan itu bahkan diduga menerima perlakuan tidak menyenangkan hingga intimidasi fisik.
Kejadian itu bermula ketika jurnalis tersebut bersama tiga teman wartawan yang bertugas di Lombok Barat (Lobar) mencoba mengonfirmasi pihak pengembang perumahan tersebut. Upaya konfirmasi itu dilakukan setelah warga perumahan mendatangi kantor pengembang tersebut di Mataram. Kedatangan warga untuk meminta pertanggungjawaban pengembang atas kondisi perumahan yang mengalami banjir.
Namun saat akan mengonfirmasi, pihak pengembang yang mengetahui jurnalis tersebut dari Inside Lombok langsung menolaknya. Pihak pengembang beralasan media tersebut tidak berimbang dalam memposting informasi. Bahkan pengembang merasa dirugikan atas postingan Inside Lombok melalui akun media Sosialnya yang memperlihatkan kondisi banjir salah satu perumahannya itu.
Meski rekan wartawan dari Yudina yang saat itu coba menjelaskan dan memberikan pemahaman terkait itu. Namun pihak pengembang tetap menolak untuk diwawancarai Inside Lombok. Bahkan ada bahasa yang menyinggung personal dari Yudina sebagai jurnalis Inside Lombok.
Merasa tidak nyaman, Yudina pun keluar dari kantor pengembang tersebut ditambah ada kata yang menyuruhnya juga untuk keluar. “Jadi kan setelah disuruh keluar tadi, saya keluar dalam keadaan masih menangis karna shock diintimidasi seperti itu,” terang Yudina saat dikonfirmasi.
Saat keluar itu oknum Staf Kantor Pengembang itu mengejar Yudina ke parkiran. Oknum itu diduga menarik tangan Yudina.
“Nah dia (oknum) itu datang nyusulin ke parkiran. Lihat saya nangis keluar, dia tarik paksa saya ke pojokan, dia paksa saya masuk lagi, tetapi saya tidak mau. Karena saya nangis terus, dia akhirnya mencoba meremas mulut saya sambil tarik-tarik dan pencet tangan saya,” ceritanya.
Setelah itu, Yudina mengaku tetap memaksa pergi karena sudah jelas diusir dari sana. Kejadian itu disaksikan oleh salah seorang warga. Bahkan ada satpam juga yang melihat.
“Dan di parkiran ketemu bang Fahmi (salah seorang wartawan) yang baru datang, dia lihat kok saya masih nangis dan dia (oknum) itu masih paksa saya masuk,” bebernya.
“Sampai satpam dan beberapa orang lain yang lihat saya, nanya ada apa. Sampai salah seorang saksi yang lihat saya ditarik-tarik itu ngikutin saya keluar karena khawatir. Apalagi saya dalam kondisi masih menangis. Dan mbak itu bilang siap jadi saksi kalau dibutuhin karena dia lihat saya ditarik-tarik,” lanjutnya menutup.
Tindakan kekerasan yang dialaminya itu sudah dilaporkan kepada Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ). Menangapi kejadian tersebut, Ketua Forum Wartawan Lobar (Forta Lobar) M. Haeruzzubaidi mengecam tindakan yang mengarah pada dugaan intimidasi fisik yang diduga dilakukan oknum pihak pengembang perumahan terhadap wartawan Inside Lombok saat bertugas melaksanakan liputan.
Ia menegaskan, semua pihak harus menyadari dan memahami bahwa, seorang jurnalis ketika turun meliput telah dilindungi UU pers nomor 40 tahun 1999. Dalam UU itu mengatur beberapa hal, di antaranya kemerdekaan pers merupakan hak asasi warga negara. Pers nasional tidak boleh disensor, dilarang, atau dibredel.
Kemudian dalam UU itu juga ditegaskan ada ketentuan pidana bagi orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis. Seharusnya, menurut hematnya, kalau ada keberatan terkait pemberitaan yang perlu diklarifikasi maka sesuai ketentuan UU pers bisa ditempuh melalui hak jawab kepada media terkait.
Wartawan Suara NTB ini mendorong agar dugaan tindakan intimidasi ini diproses atau ditindaklanjuti oleh pihak berwenang agar tidak berulang kasus serupa menimpa wartawan saat liputan melaksanakan tugasnya. Dan pihak Forta pun memberikan dukungan kepada wartawan Inside Lombok itu. (her)