Tanjung (Suara NTB) – Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR – PKP) Kabupaten Lombok Utara (KLU) telah menuntaskan sisa proyek yang belum rampung pada 2024 pada gedung kantor DPRD Lombok Utara. Tuntasnya pekerjaan pihak ketiga ditandai dengan telah dilakukannya Provisional Hand Over (PHO) atau serah terima pekerjaan.
Kepala Bidang Cipta Karya sekaligus PPK pada proyek gedung DPRD (satu paket dengan Kantor Dinsos), Rangga Wijaya, ST., mengakui PHO proyek tersebut telah dilakukan pada hari ke-40 masa perpanjangan pekerjaan pasca-akhir kontrak. Masa perpanjangan sendiri berlaku 50 hari sejak awal Januari lalu hingga 20 Februari. Namun kontraktor telah menyelesaikan pekerjaan pada hari ke-40 (tanggal 10 Februari).
“Sudah di-PHO kemarin, Dinsos juga sudah,” kata Rangga, Rabu, 12 Februari 2025. “40 hari kerja dengan estimasi Rp 400 juta,” sambung Rangga saat ditanya terkait lama pekerjaan maupun denda yang dikenakan kepada kontraktor.
Sejalan dengan itu, informasi yang sama disampaikan perwakilan perusahaan pelaksana kegiatan (rekanan), Paisal. Saat ditemui disela-sela melakukan finishing Selasa lalu, Ia menyebutkan bahwa pembangunan gedung DPRD KLU sudah tuntas. Namun pihaknya melakukan pekerjaan (pasca-PHO) karena sifatnya menuntaskan finishing dan service beberapa item yang menjadi catatan PPK saja.
“Ada pengecatan yang belum rata, pintu yang masih perlu diservis, lampu yang belum sempurna nyala, pintu belum terpasang kaca. Hanya itu saja,” kaya Paisal.
Ia mengklaim, finishing dan service sesuai catatan PPK tidak masalah dilakukan pasca-PHO. Sebab secara aturan, apabila progres pekerjaan sudah di atas 95 persen maka pihaknya berhak mengajukan PHO.
“Adapun pekerjaan minor atau ada catatan-catatan dari PPK itu bisa dikerjakan pada masa pemeliharaan selama 6 bulan sejak PHO,” klaimnya.
Lebih lanjut, beberapa catatan dari PPK diklaim tidak banyak sehingga pihaknya optimis pada pekan ini sudah tuntas dikerjakan. Selanjutnya, kontraktor perlu menyelesaikan denda pekerjaan senilai Rp 400 juta atau 10 juta per hari selama 40 hari kerja keterlambatan.
“Itu tidak jadi soal karena sudah menjadi konsekuensi kami atas keterlambatan pekerjaan,” tandasnya. (ari)