spot_img
Kamis, Februari 20, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEMenjaga Harmonisasi Hiu Paus dan Manusia di Teluk Saleh Sumbawa

Menjaga Harmonisasi Hiu Paus dan Manusia di Teluk Saleh Sumbawa

PADA Oktober 2024, sebanyak 11 peneliti dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan mengarungi perairan Teluk Saleh seluas 1.459 kilometer persegi yang membentang di bagian utara Pulau Sumbawa.
Kolaborasi ekspedisi ilmiah itu bertujuan untuk memahami keanekaragaman ikan, keanekaragaman terumbu karang, dan melakukan survei guna menilai sumber makanan bagi hiu paus.

Focal Species Conservation Senior Manager dari Yayasan Konservasi Indonesia (KI) Iqbal Herwata mengatakan kehidupan harmonis antara manusia dengan hiu paus terjadi di Teluk Saleh.

Hewan bernama latin Rhincodon typus tersebut selalu mengerumuni kapal-kapal bagang untuk memakan ikan-ikan kecil dan udang rebon yang tidak dibawa pulang oleh para nelayan. Kapal bagan atau bagang adalah kapal tradisional untuk menangkap ikan yang biasa digunakan oleh nelayan di Labuan Bajo.

Hubungan intens manusia dengan hiu paus membuat ilmuwan bersama pemerintah tergerak untuk membangun kawasan konservasi berbasis hiu paus agar keberadaan ikan terbesar di dunia tersebut bisa terus lestari.

“Kami ingin memberikan bukti (melalui ekspedisi riset) terkait manfaat membangun kawasan konservasi hiu paus, sehingga kami mendata keanekaragaman ikan, terumbu karang, dan kesehatan mangrove sebagai sumber makanan hiu paus,” kata Iqbal saat diwawancarai di Pusat Edukasi Hiu Paus  di Desa Labuan Jambu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, pada awal Februari 2025.

Dua jaring plankton berbentuk kerucut terbenam di bawah air berwarna biru tosca mengumpulkan plankton (zooplankton dan ichthyoplankton) yang menjadi sumber makanan utama bagi ikan kharismatik hiu paus. Plankton merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan maupun hewan yang hidup terapung di permukaan perairan.

Mereka juga memantau predator puncak serta melakukan pemantauan akuatik pada kedalaman 700 meter. Aktivitas riset lainnya berupa penilaian kondisi terumbu karang untuk mengetahui seberapa tebal tutupan terumbu karang.

Para ilmuwan menemukan 570 ikan dalam ekspedisi riset yang berlangsung selama delapan hari. Melalui peneliti itu terungkap alasan hiu paus berada di Teluk Saleh adalah untuk mencari makan dan mencari perlindungan.

Kawasan konservasi

Teluk Saleh berlokasi di jantung Indo-Pasifik, dan menjadi penambatan penting bagi hiu paus. Berdasarkan penelitian yang berlangsung pada tahun 2017 sampai 2022 teridentifikasi ada 108 individu hiu paus di Teluk Saleh, sehingga menjadikan kawasan itu sebagai habitat hiu paus terbesar kedua setelah Teluk Cenderawasih di Papua Barat.

Teluk Saleh tak hanya sekadar habitat, tetapi juga area pengasuhan bagi hiu paus muda berukuran rata-rata enam meter yang didominasi jenis kelamin jantan. Hiu paus mampu bermigrasi sejauh lebih dari 15.000 kilometer dan menyelam hingga kedalaman 2.000 meter.

Lokasi perairan yang semi tertutup oleh keberadaan Pulau Mojo membuat hiu paus setia dengan Teluk Saleh. Kawasan itu adalah tempat perlindungan yang sempurna bagi hiu paus karena mereka terlindungi dari berbagai ancaman laut lepas.

Hiu paus saat lahir berukuran kecil sekitar 40-50 sentimeter dan bisa tumbuh hingga 18 meter. Beberapa kali nelayan lokal menemukan anak-anak hiu paus yang menandakan bahwa mereka lahir di dekat Teluk Saleh.

Sumber makanan yang melimpah dan lokasi perairan yang terlindungi membuat 77 persen dari populasi hiu paus di Teluk Saleh kembali beberapa kali dalam 5 sampai 6 tahun, bahkan hingga 10 kali. Hal itu menandakan bahwa Teluk Saleh adalah rumah yang nyaman, bahkan ada beberapa individu hiu paus yang diteliti para ilmuwan selama bertahun-tahun tidak keluar dari perairan Teluk Saleh.

Konservasi Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat sedang menyusun rencana zonasi kawasan konservasi untuk melindungi spesies hiu paus di Teluk Saleh. Zonasi itu agar tidak ada irisan dengan area aktivitas nelayan dan pariwisata dalam pembangunan deliniasi ruang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Muslim mengatakan kegiatan konservasi tidak hanya melindungi ekosistem biota hiu paus, ikan-ikan karang, hingga predator besar, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari aktivitas perikanan maupun pengelolaan wisata.

Saat ini hanya 23 persen atau 6.000 hektare dari area penambatan hiu paus teridentifikasi yang berada di bawah perlindungan dua kawasan konservasi laut di Teluk Saleh. Oleh karena itu, kawasan perlindungan perlu diperluas agar optimal menjaga habitat hewan pengembara lautan bersuhu hangat tersebut.

Ekowisata berkelanjutan

Puluhan kapal bagang bersandar di tepian Pulau Rak yang berada di dalam kawasan Teluk Saleh untuk berlindung dari hempasan badai yang muncul akibat bibit siklon tropis pada 2-3 Februari 2025.

Bila kapal bagang berlabuh cukup lama artinya selama beberapa hari tidak ada kesempatan untuk berwisata mengamati hiu paus. Gelombang tinggi dan angin kencang sangat berbahaya bagi kegiatan perikanan tangkap.

Selama sewindu terakhir, aktivitas wisata hiu paus kian berkembang membawa puluhan ribu wisatawan setiap tahun ke Teluk Saleh. Para turis kebanyakan datang dari Bali atau Labuan Bajo menaiki kapal-kapal pinisi, namun tak sedikit pula yang berlayar dari Sumbawa.

Industri pariwisata yang tumbuh sumbur membuat hiu paus berada dalam posisi yang sangat rentan terhadap perubahan ekosistem. Jumlah wisatawan menyelam atau berenang dibatasi hanya 20 orang setiap 30 menit, langkah itu diambil untuk memberikan kenyamanan bagi hiu paus.

Meski hewan yang terkenal jinak itu tampak akrab dengan manusia, namun mereka punya sensitivitas yang tinggi. Operator wisata selalu mengingatkan wisatawan agar jangan pernah menyentuh bagian bawah hiu paus karena membuat mereka merasa terancam, lalu pergi meninggalkan kapal bagang.

Kepala Sub Direktorat Penataan Kawasan Konservasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Amehr Hakim mengatakan lokasi wisata hiu paus yang akan dijadikan kawasan konservasi kian memperkuat posisi ruang laut untuk perlindungan dan wisata.

Para operator wisata hiu paus yang kini berjumlah 16 operator perlu menyosialisasikan tidak hanya etika berwisata saja, tetapi juga kawasan konservasi yang dilindungi. “Jangan kita fokus terhadap wisata, tapi lupa bahwa ini area hidup mereka yang kita jaga sebagai kawasan konservasi,” ucap Amehr.

Merujuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 Tahun 2013, hiu paus adalah hewan yang dilindungi secara penuh di wilayah perairan Indonesia. Seluruh bagian tubuh hiu paus tidak boleh dimanfaatkan secara langsung, kecuali untuk penelitian, edukasi, dan wisata.

Hiu paus adalah ikan pengembara yang dapat berumur hingga 70 tahun. Meski habitat nyaman mereka ada di Teluk Saleh, bukan berarti hewan itu milik Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu.

Manusia perlu menjaga ekosistem perairan dengan tidak mencemari teluk dan tidak melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal. Wisata yang berbasis alam dan lingkungan menjadi harapan untuk memberikan kenyamanan bagi hiu paus. (ant)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO