Mataram (Suara NTB) – Sejumlah perwakilan guru honorer dari berbagai SMA, SMK, dan SLB di lingkungan Pemprov NTB mengadukan nasib mereka kepada wakil rakyat di Komisi V DPRD NTB. Para guru yang telah mengabdi puluhan tahun ini mengungkapkan keluhan karena hingga kini mereka belum diangkat menjadi pegawai tetap meski sudah lama mengabdi.
Rina Sudiawati, salah seorang guru honorer di SMK 1 Lembar, Lombok Barat, menyampaikan bahwa dirinya mulai diangkat menjadi guru honorer pada tahun 2004. Dengan pengalaman mengajar lebih dari 21 tahun, Rina mengaku belum pernah diangkat menjadi guru tetap dengan status PNS. “SK pengangkatan saya tahun 2004 dengan gaji Rp50 ribu, sampai sekarang saya masih menjadi honorer. Anak-anak saya sudah besar dan membutuhkan biaya sekolah. Kami bingung, tidak ada pilihan lain,” ujarnya dengan suara bergetar, Jumat, 21 Februari 2025.
Nurul Basirah, guru honorer di SMA 2 Labuapi, turut menyampaikan hal senada. Ia mengatakan bahwa kedatangannya ke DPRD adalah untuk memperjuangkan status mereka yang sudah puluhan tahun menunggu pengangkatan sebagai pegawai tetap. “Kami datang untuk menuntut agar status kami yang hanya paruh waktu bisa menjadi penuh waktu. Kapan kami diangkat? Kami terus dijanjikan, sementara usia kami sudah mendekati pensiun,” tuturnya.
Sebanyak 135 guru honorer kategori K2 yang telah mengabdi selama bertahun-tahun di berbagai SMA, SMK, dan SLB di NTB turut mengungkapkan keluhan serupa. Mereka meminta para wakil rakyat untuk memperjuangkan nasib mereka dan memberi kejelasan mengenai masa depan pekerjaan mereka. “Kami berterima kasih telah diterima dengan baik oleh anggota dewan, semoga ada hasilnya. Kami sudah lama mengabdi dan ingin diangkat menjadi guru penuh waktu, tapi hasil tes kami tidak lulus, sementara kami sudah tidak bisa mengikuti tes lagi. Oleh karena itu, kami mohon bantuan,” ungkap mereka dengan harapan tinggi.
Anggota Komisi V DPRD NTB, Yasin, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi guru-guru honorer tersebut. Ia meminta agar Pemprov NTB, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD), segera mencari solusi untuk masalah ini. “Saya harap teman-teman di eksekutif bisa memahami situasi ini. Mereka sudah melayani dan mengabdi lama. Saya rasa APBD kita cukup untuk membiayai 135 guru ini jika mereka diangkat. Mereka juga bagian dari masyarakat NTB yang perlu menghidupi keluarga,” ujarnya.
Anggota Komisi V DPRD NTB lainnya, H. Didi Sumardi, menambahkan agar pihak BKD tidak terlalu kaku dalam menanggapi masalah guru honorer dengan hanya berpanduan pada regulasi. Ia berharap Pemprov NTB berani mengambil langkah kebijakan yang progresif untuk membantu mereka. “Jika kita hanya berpatokan pada regulasi, maka harapan masyarakat akan pupus. Harus ada empati dan keberpihakan untuk mencarikan solusi, agar penghargaan atas pengabdian mereka bisa diwujudkan. Tenaga mereka masih sangat dibutuhkan, dan harus ada langkah yang lebih progresif, seperti pengangkatan mereka sebagai P3K,” tegasnya.
Keprihatinan dan perjuangan para guru honorer ini mendapat perhatian serius dari DPRD NTB. Semoga langkah-langkah konkret dapat segera diambil untuk memberikan kejelasan nasib para guru yang telah lama mengabdi demi pendidikan di NTB. (ndi)