KETUA Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) NTB, Bambang Parmadi, mengungkapkan koperasi saat ini menghadapi tantangan besar dalam dua aspek utama, yaitu penerapan prinsip dan nilai dasar koperasi, serta profesionalitas dalam pengelolaan bisnis.
“Keduanya harus bisa berjalan beriringan. Di satu sisi, koperasi harus profesional agar bisa bersaing dengan entitas bisnis lain seperti PT dan CV. Namun, di sisi lain, koperasi juga harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai sebagai wadah perjuangan ekonomi masyarakat,” ujar Bambang.
Lebih lanjut, ia menjelaskan permasalahan koperasi tidak seragam. Setiap sektor memiliki tantangan yang berbeda. Misalnya, koperasi sektor pertanian atau Koperasi Unit Desa (KUD) yang dulunya memiliki hak istimewa dalam distribusi pupuk dan kebutuhan petani lainnya. Ketika hak istimewa itu dicabut, banyak koperasi tidak siap menghadapi persaingan pasar secara terbuka. Dalam hal ini, selain faktor profesionalitas bisnis, regulasi pemerintah juga memegang peran penting.
Tantangan juga dihadapi oleh koperasi pegawai/karyawan, yang dulunya mendapat anggota secara otomatis dari lingkungan kerja. Kini, dengan tidak adanya kewajiban menjadi anggota koperasi, jumlah anggota semakin menurun akibat pensiun atau mutasi kerja.
Selain itu, koperasi pegawai yang dulu menjadi andalan dalam pemberian pinjaman kini kalah bersaing dengan ekspansi besar-besaran perbankan yang menyasar seluruh lapisan masyarakat.
Situasi serupa dialami oleh koperasi jasa keuangan (KSP), yang harus bersaing dengan perbankan dalam program kredit mikro. Akibatnya, banyak KSP mengalami kesulitan dalam menambah anggota baru dan berkembang di tengah persaingan ketat.
Sebagai organisasi yang bertugas melakukan edukasi, advokasi, dan fasilitasi, Dekopinwil NTB tetap berupaya membantu koperasi dalam pengelolaan bisnis, penerapan nilai-nilai koperasi, serta peningkatan sumber daya manusia.
Namun, bagi koperasi yang sudah tidak aktif dan sulit dibangkitkan kembali, Dekopinwil menilai bahwa membiarkannya menjadi opsi realistis, mengingat pembubaran administratif koperasi juga membutuhkan biaya.
“Kalau bicara koperasi yang tidak aktif, baik mati suri atau benar-benar mati, ini tidak jauh berbeda dengan badan usaha lain. Banyak PT atau CV yang didirikan tetapi tidak beroperasi, dan hal itu jarang menjadi perhatian,” pungkas Bambang.
Dengan berbagai tantangan yang ada, Dekopinwil NTB terus berupaya mencari solusi untuk menjaga eksistensi koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat, sambil tetap mendorong koperasi untuk lebih profesional dan kompetitif di era persaingan bebas.(bul)