KEPALA Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi NTB, Muslim, ST., MT., mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tegas izin kelautan yang menyimpang di wilayah perairan NTB. Dorongan tersebut muncul usai adanya dugaan kisruh perairan Sekaroh yang diklaim oleh dua perusahaan asing, yaitu PT Eco Solution Lombok (ESL) dan perusahaan budidaya mutiara, PT Autore Pearl Culture.
“Karena itu Penanaman Modal Asing (PMA) ya silakan penegak hukum yang punya urusan. Kalau saya, menyimpang bukan urusan kita lagi. Urusan APH sudah itu,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa setiap pengguna ruang laut harus mematuhi peraturan yang berlaku, termasuk yang tercantum dalam UU Cipta Kerja, PP 5, dan PP 21. Untuk mendapatkan izin pengelolaan, pengusaha atau PT harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) karena perizinan berada di bawah kendali pusat.
“KKP yang punya urusan. Yang mengeluarkan PKPN kan KKP. KKP kan punya syarat apa yang dimaksud dengan itu. Dia kan belum pernah rapat dengan kita lagi. Kemarin waktu rapat dengan Pak Sekda masih tahap awal,” terangnya.
Sebelumnya, kisruh perairan Sekaroh yang diklaim oleh PT Authore ini telah mendapatkan surat peringatan sebanyak tiga kali dari Pemprov NTB. Peringatan ini menyusul pengelolaan perairan Blok D yang menjadi kawasan pariwisata.
Sengketa perairan Sekaroh ini juga mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria menegaskan, pihaknya sedang mendalami permasalahan tersebut. Selanjutnya, akan menelusuri lebih lanjut jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum dalam kasus ini.
“Kasus ini termasuk urgen bagi KPK untuk ditangani. Namun, kita masih dalam tahap mengumpulkan informasi lebih lanjut,” katanya.
Ia mewanti-wanti jangan sampai ada konflik kepentingan yang menguntungkan pihak tertentu, termasuk pejabat pemerintahan di persoalan ini.
Secara regulasi, kata Dian tidak boleh ada penguasaan lahan yang bertentangan dengan aturan hukum. Apalagi jika sengketa ini melibatkan kepentingan tertentu atau praktik suap.
“Jangan sampai ada penguasaan lahan atau apapun di NTB. Atau dibaliknya, ada kepentingan pihak tertentu yang bukan masyarakat melakukan ada suap menyuap di balik itu,” sambungnya.
Ia mengaku, sejauh ini pihaknya belum bisa menjelaskan secara rinci perihal dugaan tumpang tindih izin antara kedua perusahaan tersebut. Karena itu, KPK masih membutuhkan informasi lebih lanjut dan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur serta Dinas Kelautan dan Perikanan NTB.
“Kami butuh masukan mengenai apa yang sebenarnya terjadi di blok D kawasan perairan Sekaroh ini,” ucapnya.
Adapun terkait dengan adakah KPK menemukan indikasi suap menyuap dalam sengketa ini, Dian belum bisa memastikan. Namun, ia meminta masyarakat yang mengetahui informasi sekecil apa pun terkait persoalan ini untuk segera melaporkan ke KPK.
“Saya belum ada koordinasi langsung soal itu. Tapi kita setiap tahun selalu datang ke NTB,” katanya.
Dalam waktu dekat, ujar Dian, KPK akan kembali ke NTB untuk mendalami kasus pertambangan yang juga menjadi perhatian KPK. Namun, terkait kasus Sekaroh, ia masih dalam tahap mengumpulkan informasi lebih lanjut. “Saya akan datang lagi ke sini. Kalau soal Sekaroh, saya masih baru mendapatkan informasi di balik layar,” pungkasnya. (era)