Giri Menang (Suara NTB) – Tantangan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) sekarang ini, harus mampu mengimbangi dan menyesuaikan dalam meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran. Hal tersebut disinyalir faktor tingginya belanja daerah yang tidak penting dan di luar ketentuan. Hingga membengkaknya jumlah tenaga honorer daerah terutama di sejumlah dinas besar yang ada.
Bahkan belanja pegawai dari temuan DPRD membengkak hingga Rp1 triliun. Hal ini pun mengundang perhatian serius Bupati Lobar H. Lalu Ahmad Zaini (LAZ) dan memerintahkan OPD menertibkan pendataan terhadap non ASN yang jumlahnya 4.005 agar lebih akurat dan valid. Bupati LAZ mengatakan, efisiensi penggunaan anggaran merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan di Lombok Barat.
Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan langkah-langkah konkret dan tindakan nyata dari pemerintah. Ia konsen pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemda berkosentrasi untuk melakukan optimalisasi. Sesuai perintah dan kebijakan pusat, hanya ada dua yang dilakukan seperti kegiatan-kegiatan yang berkontribusi atau yang merujuk pada keberpihakan langsung terhadap masyarakat. Kemudian langkah selanjutnya yakni, mengoptimalkan seluruh penerimaan dari segala potensi.”Kalau masih ada 10 yang kita kejar (potensi), ya kita kejar yang sepuluh itu,” tegasnya.
Optimalisasi dari segi tenaga honorer lanjut dia, tetap akan ada penertiban, jikalau dianggap tidak produktif. Hal ini juga harus berbasis data yang valid. Umpama kata dia, jangan sampai datanya 200 orang, tetapi yang kerja reelnya 100 orang dan ini harus atensi dan perlu ditertibkan. Demikian jika terdapat data yang keliru dan ini harus kita luruskan. “Setelah itu, kita akan coba untuk sesuaikan dengan kontrak dan harus di target. Yang tidak mencapai target pastinya dievaluasi,”kata dia.
Evaluasi ini pun akan terjadi di semua OPD. Tetapi nanti akan lebih fokus dulu pada lini atau OPD yang besar. Terutama Dikbud, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan. “Itu yang kita prioritaskan,”imbuhnya. Karena membenahi yang OPD besar, sedikit saja berubah akan besar pula dampaknya. Termasuk ia berencana melakukan merger OPD. Disini bukan produktif atau tidaknya, tetapi pendekatannya adalah rumpun yang bersinggungan.
Karena kondisi Lombok Barat saat ini kalau dihadapkan dengan ketentuan, berdasarkan data yang dimiliki jumlah ASN di Lobar sebesar 38 persen untuk belanja pegawai sedangkan ketentuannya hanya 30 persen dari total APBD.”Kenyataan kita ada 38 persen dan sudah melebihi dari batas ketentuan. Ini yang harus ditertibkan juga. Apa lagi menyangkut efisiensi dan sangat perlu di sehatkan,”sambungnya.
Ditanya apakah ada kebijakan memberhentikan honorer? Menurut LAZ untuk memberhentikan pegawai ini sulit dilakukan.
Karena itu untuk mensiasati masalah belanja pegawai yang 38 persen tadi, hanya dengan dua cara yakni mengevaluasi pegawai yang ada kemudian droping atau merjer OPD dan yang lebih penting adalah menggali potensi PAD. Sementara itu, kalangan komisi I DPRD Lobar disampaikan
Ketua Komisi I DPRD Lobar Ahyar Rosidi, S.Sos.I bahwa DPRD mendukung langkah Pemkab dalam hal ini Bupati LAZ dan Wabup Hj Nurul Adha dalam pembenahan di berbagai sektor termasuk pada kepegawaian atau birokrasi.
“Terutama dari sisi data, pendataan, sering tidak sinkron dengan fakta yang ada, karena itu kami di Komisi I mendukung pak bupati dan Bu Wabup untuk memperbaiki data-data yang ada di Pemkab,”tegasnya. Sebab persoalan data ini tak pernah bisa selesai dari waktu ke waktu. Termasuk data soal kepegawaian, jumlah non ASN ataupun ASN. Yang perlu diatensi temuan Politisi PKS itu pada APBD 2024 saja terdapat hampir Rp1 triliun belanja pegawai.
Bahkan dari data terbaru APBD 2025 justru jumlah belanja pegawai yang tertera mencapai Rp1 triliun lebih. Dengan masih membengkaknya belanja pegawai ini menyebabkan persentasenya masih tidak sesuai dengan arahan atau aturan Kemendagri sebesar 30 persen. (her)