spot_img
Minggu, Maret 9, 2025
spot_img
BerandaNASIONALKasus Kekerasan Terhadap Perempuan 2024 Naik Hampir 10 persen

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan 2024 Naik Hampir 10 persen

Jakarta (Suara NTB) – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan pada 2024 mencapai 445.502 kasus, naik hampir 10 persen.

“Jumlah kasus ini mengalami kenaikan 43.527 kasus atau sekitar 9,77 persen dibandingkan tahun 2023 yang sebesar 401.975 kasus,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 di Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.

Andy Yentriyani menyampaikan peningkatan juga terjadi pada pelaporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, yaitu sebanyak 330.097 kasus atau naik 14,17 persen dibandingkan tahun 2023. Sementara pelaporan terbanyak adalah kekerasan di ranah personal.

“Penting juga mencatatkan bahwa kenaikan kasus kekerasan seksual meningkat lebih 50 persen dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 3.166 kasus,” kata Andy Yentriyani.

Andy Yentriyani menambahkan, data Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa upaya untuk memastikan implementasi UU TPKS dan UU PKDRT perlu menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk memastikan percepatan penerbitan tiga peraturan pelaksana UU TPKS.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 dihimpun dari 83 lembaga, 34 di antaranya adalah lembaga yang bekerja di tingkat nasional.

Selain itu, Komnas Perempuan juga menerima informasi dari 21 provinsi.

Selain memetakan persoalan kekerasan terhadap perempuan, Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga memetakan kemajuan-kemajuan dalam memperjuangkan hak-hak perlindungan perempuan, di antaranya adalah terbentuknya Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dit PPA PPO) di Polri.

“Saat ini kita juga perlu mendorong percepatan pembentukan unit PPA PPO di tingkat Polda dan Polres,” kata Andy Yentriyani.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 juga mencantumkan perjalanan 25 tahun pelaksanaan UU ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan.

“Kerangka menentang penyiksaan dengan perspektif gender perlu lebih dipahami oleh banyak pihak dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,” kata Andy Yentriyani. (ant)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO