Dompu (Suara NTB) – Ketua DPRD Dompu, Ir. Muttakun janji akan segera menyikapi keluhan petani terkait harga komoditi jagung dan gabah yang masih berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Bulog yang ditugaskan negara untuk menyerap gabah dan jagung petani dinilai belum maksimal.
“Pimpinan dan anggota DPRD akan segera merespon dan menyikapi keluhan petani atas harga jagung dan gabah yang tidak sesuai HPP. Insyaallah kami tidak akan menutup mata dan membiarkan petani dan warga menghadapi sendiri masalah turunnya harga jagung dan gabah dari HPP,” tulis Muttakun, Sabtu, 8 Maret 2025.
Sementara Bulog cabang Bima yang membawahi wilayah Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima belum mulai menyerap jagung petani. Saat ini, Bulog masih focus menyerap gabah petani sesuai istruksi Presiden agar dirasakan petani.
“(Penyerapan) Jagung belum mulai. (Masih) Nunggu ada perintah dari Bapanas,” jawab Pimpinan Perum Bulog Bima, Heri Sulistiyo saat dikonfirmasi soal penyerapan jagung petani sesuai HPP yang ditetapkan pemerintah, Jumat, 7 Maret 2025.
Sambil menunggu instruksi penyerapan jagung, Bulog juga tengah mengosongkan Gudang Corn Drying Center (CDC) di Manggelewa Dompu. Pengosongan gudang dengan menjual stok jagung yang dimiliki hasil penyerapan tahun 2024 lalu. “Masih proses penjualan stok jagung di Manggelewa,” katanya.
Saat ini, Bulog Tengah instens melakukan penyerapan gabah petani dengan target serapan hingga 43 ribu ton setara beras. Hingga Rabu, 5 Maret 2025, serapan gabah petani oleh Bulog Bima mencapai 1.000 ton setara beras.
Sementara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) jagung tahun 2025 Rp.5.500 per kg dengan kadar air maksimal 15 persen. Saat ini, harga jagung di tingkat petani dengan kadar air 15 persen antara Rp.4.500 hingga Rp.4.800 per kg.
Tidak hanya jagung yang di bawah HPP, tapi juga gabah. Untuk gabah kering panen (GKP) seharga Rp.6.500 per kg di tingkat petani. Namun fakatanya, banyak pedagang membeli dengan harga di bawah Rp.6.100 per kg untuk GKP. Pembelian di bawah HPP ini rata – rata oleh pedagang dan bukan oleh Bulog atau mitranya.
Petani menjual gabahnya di bawah HPP karena ingin segera mendapatkan uang dan ada juga karena sudah bergantung dengan pembeli gabah. Bisa karena sudah mengambil lebih dulu biaya produksi ke pedagang dan lainnya. Sementara Bulog memiliki keterbatasan tenaga dan uang kos yang bisa diberikan ke petani. (ula)