spot_img
Senin, Maret 10, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIFluktuasi Harga Cabai, Fenomena Tahunan yang Tak Kunjung Ada Solusi

Fluktuasi Harga Cabai, Fenomena Tahunan yang Tak Kunjung Ada Solusi

Harga cabai pada awal Ramadan 1446 Hijriah mencatatkan rekor kenaikan harga tertinggi, mencapai Rp210.000 per kilogram di Pulau Lombok. Ini ironi, padahal, Lombok, adalah salah satu lumbung cabai di Indonesia.

TURUN naik harga cabai ini terjadi setiap tahun. Seperti pemadam kebakaran, ketika harga tinggi, opsinya hanya operasi pasar, atau pasar murah cabai. Kalau ada stoknya, mungkin tidak masalah. Menjadi persoalan, ketika stok cabai di dalam daerah tidak tersedia.

Andhy Wahyu (Ekbis NTB/bul)

Persoalan cabai adalah persoalan hulu, kuncinya hanya produksi. Sampai saat ini pemerintah daerah belum menghadirkan solusi bagaimana memproduksi cabai tanpa mengenal musim. Pola tanam belum bisa diatur. Ini pekerjaan rumah dinas yang membidangi pertanian, baik di provinsi dan kabupaten/kota.

Bank Indonesia mencoba menghadirkan solusi dengan membentuk kluster cabai di Lombok Timur sampai 600 hektar. Namun, belum mampu menjadi solusi. Karena harga cabai tetap saja meroket. Pagi hari harga cabai di pasaran Rp170.000 per kilogram, siangnya menembus Rp 200.000. Artinya, harga cabai ini masih “gampang dipermainkan“, sehingga pada satu hari yang sama, stok yang sama, pasar yang sama pedagang bisa menaikkannya hingga menembus Rp200.000 per kilogramnya.

Mahalnya harga cabai juga menjadi atensi khusus Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal. Diakuinya, harga cabai selama beberapa hari Ramadan mengalami kenaikan yang cukup memberatkan bagi masyarakat, sehingga mengeluarkan kebijakan melakukan intervensi dengan pasar murah. Adanya pasar murah ini diharapkan mampu menurunkan harga cabai.

Operasi pasar murah ini akan difokuskan ke daerah-daerah dengan kondisi ekonomi lemah, dengan memberikan subsidi kepada masyarakat. Sembilan desa sasaran yaitu, Desa Donggo, Kabupaten Bima, Desa Jatibaru, Kota Bima, Desa Ambawi, Kabupaten Dompu, Desa Motong, Kabupaten Sumbawa, Desa Telaga Bertong, KSB, Desa Pringgabaya, Kabupaten Lotim, Desa Nangkung, Kabupaten Loteng, Desa Buwun Mas, Kabupaten Lobar, dan Desa Senaru, KLU.

“Termasuk kita intervensi pasar. Kita akan menyiapkan, memikirkan untuk melakukan intervensi pasar, operasi pasar. Kita juga berkomunikasi dengan distributor-distributor, apakah ada masalah, kalau memang masalahnya didistribusi kita bantu,” ujarnya.

Kendati sudah memiliki beberapa upaya untuk menekan harga cabai yang melambung tinggi, Muhamad Iqbal mengaku masih menyusun strategi optimal untuk menurunkan harga komoditas ini kembali normal.

Ia menginginkan, strategi yang dilakukan oleh Pemprov NTB bisa menstabilkan harga komoditas ini untuk jangka waktu yang lama. Artinya, intervensi yang dilakukan oleh Pemprov NTB tidak hanya berlaku selama sehari-dua hari.

“Opsinya itu ada dua sampai tiga opsi yang kita siapkan. Bentuk intervensi yang akan kita lakukan, nanti kita lihat setelah turun mana opsi yang paling tepat. Karena kita ingin sekali kita ngobatin, sembuh. Jamgan cuma ngobatin hanya sehari, dua hari lalu kumat lagi,” katanya.

Sembari menunggu harga cabai kembali normal di angka Rp20 ribu per kilo, mantan Dubes RI untuk Turki ini meminta masyarakat untuk mengurangi konsumsi cabai. Khususnya di bulan Ramadan.

Ia mengatakan, konsumsi cabai berlebih di bulan Ramadan hanya akan membawa penyakit. Untuk itu, danya kenaikan harga mencapai ratusan ribu dapat menciptakan batasan bagi masyarakat untuk mengurangi konsumsi komoditas ini.

Gubernur yang dilantik 20 Februari 2025 ini mengakui, jika keluhan naiknya harga cabai ini tidak hanya dikeluhkan oleh masyarakat umum tapi para Asisten Rumah Tangga (ART) juga mengeluh. ‘’Jangankan masyarakat umum, bibi-bibi di rumah ngamuk-ngamuk karena harga cabai mahal. Seperempat kilo aja sudah Rp50 ribu,” ungkapnya saat dikonfirmasi di Kantor Gubernur NTB.

Ditegaskannya, tingginya harga cabai ini tidak hanya terjadi di NTB melainkan di berbagai provinsi di Indonesia. Bahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat pengendalian inflasi daerah di Jakarta belum lama ini memberikan perhatian khusus pada cabai.

Menurutnya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan ke pemerintah daerah untuk melihat di mana letak salahnya, karena kalau berdasarkan statistik terjadi penurunan harga, sementara fakta di pasar-pasar terjadi kenaikan harga.

Untuk itu, tambah mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Turki ini, Pemprov NTB telah menyiapkan kebijakan untuk mengintervensi harga cabai di pasaran melalui operasi pasar pada sejumlah tempat di NTB. Termasuk berkomunikasi dengan para distributor apakah ada masalah di distribusi atau ada persoalan lain. Jika ada masalah di distribusi, pemerintah siap memberikan bantuan.

Dirinya melihat tingginya harga cabai ini bukan karena aksi penimbunan, namun melainkan karena murni ada anomali yang terjadi di semua provinsi di Indonesia. ‘’Mudah-mudahan tidak ada penimbunan tapi ini murni hanya karena anomali saja. Makanya kita diminta melihat lebih jauh terkait situasi ini,” tambahnya.

Sementara Deputy Kepala Bank Indonesia (BI) NTB, Andhy Wahyu, menjelaskan gangguan panen akibat curah hujan tinggi menjadi penyebab utama menurunnya pasokan cabai. Fenomena ini juga bertepatan dengan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN)/Ramadan, yang semakin memperkuat kenaikan harga di pasar.

Namun, dalam High-Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTB yang digelar di Kantor BI NTB pada 7 Maret, beberapa perwakilan TPID kabupaten/kota melaporkan harga cabai telah mengalami penurunan.

Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah mendukung Gerakan Pangan Murah (GPM) di beberapa daerah, seperti Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), yang berhasil menekan harga cabai di bawah harga pasar.

Menurut Andhy Wahyu, media juga memiliki peran penting dalam memberikan komunikasi yang efektif terkait pergerakan harga cabai di berbagai pasar. Adanya informasi yang akurat, masyarakat dapat mengetahui pasar mana yang menawarkan harga lebih murah, sehingga disparitas harga dapat diminimalisir dan terbentuk ekspektasi yang lebih baik terkait penurunan harga di masa depan.

Sebagai tindak lanjut dalam menjaga stabilitas harga pangan, Bank Indonesia NTB memberikan beberapa rekomendasi strategis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Upaya Jangka Pendek:

Melanjutkan Operasi Pasar Murah (OPM) yang difokuskan di wilayah Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa, karena keduanya memiliki bobot inflasi terbesar serta menjadi pasar utama dalam perhitungan inflasi.

Menanggulangi disparitas harga cabai rawit yang signifikan dengan strategi komunikasi harga yang lebih optimal. Mengoptimalkan penggunaan data neraca pangan melalui kolaborasi antara BI NTB dan Dinas Ketahanan Pangan. Dengan data ini, pemerintah daerah dapat meningkatkan kerja sama antardaerah (KAD) intra wilayah untuk menyalurkan pasokan cabai dari daerah surplus ke daerah defisit.

Upaya Jangka Panjang:

Menguatkan produksi cabai melalui program Infratani, yang mengintegrasikan klaster binaan, UMKM binaan, dan pondok pesantren binaan dengan metode smart farming serta pemanfaatan green house.

Melalui integrasi infratani, diharapkan terjadi efisiensi dalam penggunaan bahan baku budidaya cabai sehingga produksi tetap stabil meskipun menghadapi tantangan cuaca ekstrem.

Dengan berbagai langkah strategis ini, Bank Indonesia NTB optimis bahwa stabilitas harga cabai dapat terus terjaga, mengurangi dampak lonjakan harga terhadap daya beli masyarakat, serta memastikan ketersediaan cabai dalam jangka panjang. (bul/era/ham)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO