spot_img
Rabu, Maret 12, 2025
spot_img
BerandaPENDIDIKANSPMB Dinilai Belum Jadi Solusi Ketimpangan Pendidikan di Mataram

SPMB Dinilai Belum Jadi Solusi Ketimpangan Pendidikan di Mataram

Mataram (Suara NTB) – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang menjadi pengganti PPDB dinilai belum menjadi solusi bagi persoalan pendidikan di Mataram. Terutama berkaitan ketimpangan antara-satuan pendidikan di Mataram.

Hal itu disampaikan pengamat pendidikan, Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd., Si., ditemui di Mataram, Senin (10/3/2025). Ia mengatakan, kalau dilihat dari tujuannya, SPMB cukup positif. “Namun, memang harus dikatakan belum memberikan solusi paten untuk masalah yang sebenarnya,” ujarnya.

Nizaar melihat, masalah pendidikan di Mataram terletak pada ketimpangan antara sekolah satu dengan yang lain terkait kualitas sarana prasarana, kualitas guru dan layanan pendidikan yang baik.

“Nah, Mataram ini kota, tetapi masih ada disparitasnya. Bagaimana dengan di pelosok sana. Nah itu masalahnya dan harus dicarikan solusi patennya. Solusi patennya kecenderungan kebijakan pemerintah (mesti) untuk meningkatkan kualitas Sarpras, meningkatkan kualitas guru, meningkatkan kualitas layanan. Jika itu meningkat, insyaAllah sekolah dan pendidikan kita akan berkualitas,” ujar Nizaar.

Ia menambahkan, pemerintah perlu memaksimalkan jatah anggaran untuk pendidikan mesti dikonsentrasikan pada tiga aspek tersebut. “Tiga hal ini sebenarnya untuk anggaran pendidikan 20% di APBN itu harus dimaksimallkan. Jika tidak maksimal maka solusi itu tidak akan bisa kita dapat,” jelasnya.

Meski demikian, Nizaar tidak memungkiri perubahan PPDB menjadi SPMB merupakan langkah yang cukup tepat. Apalagi, ada penambahan kuota pada jalur prestasi di jenjang SMA yakni, minimal 30 persen dan di jenjang SMP minimal 25 persen. Sedangkan, jalur afirmasi SMA menjadi minimal 30 persen dan kuota jalur afirmasi SMP menjadi minimal 20 persen.

Diketahui, pada sistem PPDB, kuota jalur afirmasi SMP dan SMA adalah minimal 15 persen. Sedangkan kuota jalur prestasi SMP dan SMA pada PPDB merupakan sisa kuota sekolah.

“Saya pikir untuk memperbesar kuota yang afirmasi sangat layak dan patut untuk diperbesar porsinya. Barangkali porsi persentasenya bisa diambil dari yang domisili atau apa gitu. Jadi porsi yang afirmasi itu sangat penting, karena kita harus akui masyarakat kita masih banyak yang (ekonomi) di bawah. Artinya secara logika kita butuh sekolah yang bisa menampung mereka,” terang Nizaar.

Selain itu, menurut Nizaar, sistem PPDB banyak memberikan celah bagi masyarakat untuk berbuat curang agar dapat menyekolahkan anaknya ke sekolah ‘favorit’. “PPDB sebelumnya karena sistemnya (zonasi) mempersyaratkan orang itu harus ada KK di wilayah (tertentu). Karena mereka ingin sekolah yang berkualitas. Sehingga mereka terdorong untuk melakukan hal-hal yang melangggar kira-kira gitu. Pindah KTP atau domisili anaknya ke tempat (sekolah) itu,” ucapnya.

Aturan yang sekarang, kata Nizaar, tidak mengharuskan masyarakat untuk merubah KK. Namun cukup menggunakan keterangan Kepala lingkungan atau Lurah setempat. Kendati demikian, mengenai aturan baru ini, ia menduga akan lebih besar celah bagi masyarakat yang akan bermain culas.

“Tapi kan bisa jadi kecurangan itu. Dia bermain dengan kepala Lurah atau Kaling gitu. Malah sebenarnya lebih memudahkan ya. Kalau yang tadi (PPDB) melalui sistem, mereka bermain di Dukcapil. Nah (SPMB) mainnya lebih mudah lagi,” tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Nizaar, SPMB ini masih belum menjadi solusi yang tepat bagi permasalahan pendidikan saat ini. “Tetapi dengan memperbesar porsi khusus yang domisili dan afirmasi itu ya keinginan masyarakat itu lebih bisa tertampunglah,” ucapnya.

Ia berharap pemerintah ke depan tidak hanya fokus pada sistem penerimaan saja. Tetapi, memperhatikan pula kualitas proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. “Artinya kembali ke kualitas pendidikan dan pengajaran itu harus benar-benar diperhatikan,” pungkasnya. (sib)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO