Selong (Suara NTB) – Polemik program Bantuan Sosial (Bansos) yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terus menjadi sorotan publik. Program yang menyedot anggaran APBD Lombok Timur 2025 sekitar Rp40 miliar ini mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk DPRD, aktivis, dan pengamat.
Sejumlah pihak menyayangkan munculnya program tersebut dalam APBD. Anggota DPRD Lombok Timur dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Amrullah, kembali angkat bicara mengenai proses penganggaran bansos ini. Ia menyoroti tahapan pembahasan R-APBD 2025 yang dilakukan tak lama setelah Pilkada Serentak 2025.
“Prosesnya seperti ‘bimsalabim’. Paripurna pengesahan APBD hendak dilaksanakan, tetapi beberapa menit sebelumnya, Pj Sekda baru menyampaikan program ini di luar ruang rapat paripurna. Ini menunjukkan proses yang tidak visioner. Sebuah program seharusnya dikaji secara matang, mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya, bukan muncul tiba-tiba,” ujar Amrullah pada Rabu, 12 Maret 2025.
Amrullah juga menanggapi pernyataan Ketua DPRD Lombok Timur, Muhammad Yusri, yang menyebut bahwa Fraksi PDI Perjuangan ikut membahas program bansos dalam APBD 2025.
“Coba diingat kembali, dalam pandangan umum fraksi, kami membahas APBD secara keseluruhan sesuai mekanisme pembahasan berjenjang. Sementara program bansos ini diusulkan di menit-menit terakhir sebelum penetapan APBD. Bagaimana mungkin kami bisa memberikan pandangan yang komprehensif?” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Fraksi PDI Perjuangan memang mengikuti rapat paripurna, tetapi bukan dalam konteks menyetujui anggaran Rp40 miliar untuk bansos.
“Di R-APBD yang dibagikan kepada kami tidak ada program ini. Jadi bagaimana kami bisa mengulasnya dalam pandangan umum fraksi? Sekali lagi, ini muncul secara ‘bimsalabim’,” katanya.
Lebih lanjut, Amrullah mempertanyakan permintaan sinkronisasi APBD 2025 yang terjadi saat kepemimpinan masih berada di tangan Pj Bupati, bukan kepala daerah terpilih.
“Saat APBD dibahas, pemerintah daerah masih dipimpin oleh Pj Bupati, bukan oleh Iron-Edwin (kepala daerah terpilih). Saat itu, Iron-Edwin baru ditetapkan sebagai pemenang Pilkada, tetapi belum dilantik. Apa kewenangan mereka untuk memberikan arahan kepada eksekutif dan legislatif? Ini jelas keliru secara aturan,” tandasnya.
Amrullah juga mengkritisi argumen pimpinan DPRD yang menyebutkan bahwa program bansos ditempatkan di Dinas Perdagangan karena sasarannya bukan hanya masyarakat miskin.
“Jumlah penerima bansos ini 273 ribu jiwa, sedangkan jumlah masyarakat miskin di Lombok Timur sekitar 183 ribu jiwa. Lalu, siapa 90 ribu penerima lainnya?” tanyanya.
Amrullah menegaskan bahwa sikap Fraksi PDI Perjuangan sudah jelas, sebagaimana tertuang dalam Surat Nota Keberatan yang telah disampaikan sebelumnya.
“Jangan tanya lagi sikap kami. Sudah jelas bahwa kami tidak bertanggung jawab atas program ini,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Fraksi PDI Perjuangan akan mendukung jika program tersebut tetap dilaksanakan, ia menegaskan bahwa mereka telah memberikan peringatan sejak awal.
“Silakan saja jika program ini tetap dijalankan. Yang terpenting, Fraksi PDI Perjuangan tidak bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Jika di kemudian hari muncul masalah, kami sudah mengingatkan sejak awal,” pungkasnya. (ndi)