PROSES pemilihan Kepala Lingkungan (Kaling) kerap menjadi potensi konflik di tengah masyarakat. Terutama terkait berbagai interpretasi aturan yang berlaku. Salah satu permasalahan utama yang mencuat adalah batasan usia calon Kaling, periodisasi jabatan, serta mekanisme pembiayaan dalam proses pemilihan.
Anggota Bapemperda DPRD Kota Mataram, H. Muhtar, SH., menyoroti perlunya ketegasan dalam regulasi pemilihan Kaling. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah batasan usia bagi calon Kaling. ‘’Sejumlah masyarakat mempertanyakan mengapa ada batasan usia untuk Kaling, sementara di lembaga legislatif seperti dewan, tidak ada batasan serupa. Hal ini dinilai perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan ketidakadilan dalam aturan,’’ ujar Muhtar kepada Suara NTB usai menghadiri rapat kerja Bapemperda dengan eksekutif, kemarin.
Selain itu, aturan mengenai masa jabatan Kaling juga menjadi perdebatan. Beberapa daerah membatasi jabatan Kaling hanya dua periode. Sementara di daerah lain ada yang sudah menjabat tiga kali tanpa hambatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pembatasan tersebut benar-benar diperlukan atau justru harus dikembalikan kepada keputusan masyarakat.
Aspek yang paling krusial dalam pemilihan Kaling adalah pembiayaan. Saat ini, mekanisme pemilihan Kaling membebankan seluruh biaya kepada calon. Padahal, dalam banyak kasus, justru masyarakat yang menginginkan seseorang untuk mencalonkan diri. Kondisi ini kerap menimbulkan dilema dan bahkan potensi konflik. Oleh karena itu, Muhtar mendorong agar pemerintah ikut berperan dalam memfasilitasi pembiayaan pemilihan, sehingga tidak sepenuhnya menjadi beban bagi calon.
Selain itu, lanjut politisi Partai Gerindra ini,penting juga untuk memastikan bahwa setelah pemilihan berlangsung, masyarakat dapat kembali bersatu tanpa ada konflik yang berkepanjangan. Peran kelurahan, kecamatan, dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan untuk menjaga kondusivitas wilayah pasca pemilihan.
Pemilihan Kaling seharusnya tidak hanya menjadi ajang kompetisi politik lokal, tetapi juga menjadi proses demokrasi yang sehat dan transparan. Oleh karena itu, regulasi yang lebih jelas dan tegas perlu segera dirumuskan untuk menghindari interpretasi yang beragam di masyarakat serta meminimalisasi potensi konflik.
‘’Diharapkan, dengan aturan yang lebih baik, pemilihan Kaling dapat berjalan dengan lebih adil, transparan, dan tidak menjadi beban bagi calon maupun masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan mereka,’’ demikian Muhtar. (fit)