Sumbawa Besar (Suara NTB) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbawa, menemukan kekosongan sejumlah obat hampir seluruh Puskesmas akibat ketersediaan obat di Dinas Kesehatan (Dikes) tidak mencukupi.
“Hampir semua puskesmas kekurangan obat, terutama jenis-jenis tertentu seperti parasetamol sirup, obat tetanus, serta obat pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ),” kata anggota DPRD Sumbawa, Andi Rusni kepada wartawan, Rabu, 12 Maret 2025.
Andis sapaan akrabnya melanjutkan, berdasarkan diskusi dengan pihak Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK) kekosongan obat terjadi karena keterbatasan anggaran. Bahkan rencana awal pengadaan obat selama 18 bulan membutuhkan dana sebesar Rp7,9 miliar, sementara dana yang tersedia baru mencapai Rp6,8 miliar.
“Anggaran tersedia saat ini hanya Rp6,8 miliar sehingga untuk pemenuhan stok obat selama 18 bulan tidak bisa tercapai maka stoknya hanya bertahan 11-14 bulan,” ucapnya.
Ia berharap kejadian ini tidak terulang kembali di masa mendatang. Standar pelayanan kesehatan harus tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal.
“Persoalan ini harus menjadi atensi Dinas terkait, sehingga apa yang menjadi keluhan masyarakat tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dikes), Junaedi, tidak menampik adanya kekosongan item obat di puskesmas. Hal seperti ini juga sering terjadi sehingga pola yang dilakukan dengan peminjaman di kabupaten lain. Peminjaman obat antar daerah ini biasa dilakukan agar pelayanan obat terhadap masyarakat tetap dapat dilaksanakan.
“Yang paling mencuat saat sidak adalah kekurangan obat untuk penyakit gangguan jiwa. Kita juga telah meminjam dari Pemprov, namun hanya diberikan sembilan jenis obat untuk gangguan jiwa karen, stok di provinsi juga terbatas,” ujarnya.
Jun menjelaskan, biasanya jika terjadi kekosongan obat di puskesmas, maka akan dikirim dari Dinkes. Namun, jika di Dinkes stok obatnya juga kosong, pihak puskesmas melakukan pengadaan melalui dana BLUD.
“Kami juga meminta pihak puskesmas untuk melakukan langkah-langkah cepat untuk pengadaan obat melalui dana yang sudah ada di RBA-nya. Sehingga pengadaan obat bisa dilakukan melalui BLUD-nya,” sebutnya.
Ia menambahkan, sejak tiga tahun lalu anggaran pengadaan obat berkurang. Ada dua pilihan yang harus ditempuh yakni, jika harus melengkapi semua item obat, maka volumenya berkurang.
“Kekosongan obat yang terjadi sekarang ini, karena ada sebagian item obat yang dipenuhi volumenya sehingga ada item obat yang tidak tersedia,” tukasnya. (ils)