spot_img
Rabu, Maret 26, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIHabis Pandemi, Terbitlah Efisiensi

Habis Pandemi, Terbitlah Efisiensi

Mataram (Suara NTB) – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di NTB diterpa pasang surut beberapa tahun terakhir. Belum tuntas guncangan akibat pandemi, kini para pengelola UMKM di NTB harus merasakan menurunnya permintaan sebagai imbas dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

Salah satunya, Dapur Aisyah, yang merupakan UMKM di bidang kuliner katering dan bakeri. Pemiliknya adalah Muznah Albaar.

Usaha ini dibangun sejak 2017 dan masih berjalan sampai saat ini. Awalnya Nana, begitu sapaan akrabnya, hanya fokus pada katering saja. Namun selama kurang lebih delapan tahun berjalan, terdapat kendala yang dihadapi.
Kendala terbesarnya adalah pada 2020, saat pandemi Covid-19 melanda. Bencana ini memaksanya melakukan diversifikasi usaha. Dari katering, ia beralih ke usaha bakeri.

Nana menuturkan, modal awal usaha kateringnya sebesar Rp500 ribu, lalu berkembang menghasilkan omzet berpuluh-puluh juta. Sedangkan untuk usaha bakeri, awalnya bermodalkan sebesar Rp1 juta hingga Rp2 juta, kini bisa meraih omzet Rp10 juta hingga Rp20 juta per bulan.

Namun demikian, Nana mengatakan bahwa beberapa bulan terakhir ini usahanya sedang sepi peminat. “Akhir-akhir ini bukan hanya saya, tapi para pelaku UMKM lain mengeluh omzet sepi, karena mungkin tahun-tahun politik, penggantian kepemimpinan daerah,” ucapnya pada Suara NTB, saat diwawancarai di tokonya, Jumat, 21 Maret 2025.

Ia juga mengaku, sepinya peminat terhadap usahanya semenjak adanya kebijakan efisiensi anggaran. Terlebih saat bulan Ramadan seperti ini, yang biasanya menjelang idulfitri sudah banyak antrean yang memesan kue kering untuk bingkisan.

“Tahun ini banyak sekali pelanggan yang dari awal Ramadan sudah menginformasikan bahwa tahun ini tidak bisa order kue dulu. Mereka kebanyakan dari instansi pemerintah, pelanggan saya juga tidak hanya dari Lombok, tetapi dari luar daerah juga seperti Jakarta, Surabaya dan sebagainya. Stok yang kami sediakan masih menumpuk. Karena kami berkaca dari tahun lalu yang omzetnya sampai 1000 stoples, jadinya tahun ini saya tambah produksinya, sudah kami persiapkan dari jauh hari bahan dan sebagainya, ternyata banyak yang membatalkan,” jelasnya.

Menyusutnya pesanan di Ramadan kali ini juga dirasakan oleh pemilik jenama Nutsafir, Sayuk Wibawati, SM. Sayuk juga mengawali usaha dari hobinya membuatkan camilan sehat untuk anaknya. Usahanya lahir, tepatnya di tahun 2012 dengan produk awal kukis dari kacang hijau.

Nutsafir terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, walaupun memang tetap ada naik turunnya. Sama seperti Dapur Aisyah, Nutsafir sempat mengalami penurunan omzet di saat gempa Lombok dan saat Covid-19. Nutsafir dibangun dengan modal awal Rp3 juta dan akhirnya menghasilkan omzet ratusan juta, bahkan menyentuh miliaran, dengan jumlah karyawan saat ini sebanyak 17 orang.

Sayuk mengaku bahwa di beberapa bulan terakhir, usahanya memang mengalami pasang surut tetapi tidak terlalu signifikan. Termasuk di bulan Ramadan tahun ini, ia mengatakan terjadi pengurangan pemesanan.

“Efisiensi anggaran itu juga ada dampaknya ke kita. Tapi syukurnya meskipun naik turun, di beberapa bulan terakhir ini masih terbilang stabil, karena memang pasar kita kan luas, sampai ke luar provinsi,” tuturnya kepada Suara NTB, saat ditemui di tokonya, pada Jumat, 21 Maret 2025.

Sedangkan UMKM di bidang fesyen kontemporer, Riler Lestari, yang dibangun oleh Sri Lestari sejak 2021, bermula dari panggilan hati melihat kondisi para penenun kain khas NTB, khususnya di Lombok tengah.

Ia memberanikan diri mundur sebagai pegawai salah satu Bank, dan meneguhkan hati untuk fokus menekuni usahanya dengan memberdayakan ratusan perempuan penenun kain khas NTB. Awalnya bermodalkan Rp10 juta, lalu meraih omzet kurang lebih dari Rp20 juta hingga Rp100 juta.

Ia menjelaskan bawah usahanya memiliki model bisnis, Business to Consumer (B2C) dan Business to Business (B2B), dan semenjak tahun-tahun politik dan adanya efisiensi anggaran di beberapa bulan terakhir, usahanya mengalami pasang dan surut juga untuk di dalam daerah, sehingga ia berniat lebih melebarkan penjualannya ke skala internasional.

“Kunjungan ke toko dan kerja sama dengan Lembaga dan instansi cukup berkurang akhir-akhir ini,” ucapnya kepada Suara NTB, saat dihubungi pada Sabtu, 22 Maret 2025.

Namun ketiga pelaku UMKM ini selalu berupaya mencari solusi dari setiap kendala yang mereka hadapi. Yaitu dengan, pandai mencari peluang dari kendala yang dialami, melakukan berbagai inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan zaman, terus belajar, mengasah dan meningkatkan kemampuan yang miliki baik dirinya sendiri maupun karyawannya.

Terus melakukan proses membangun dan membesarkan identitas merek, melalu berbagai kegiatan komunikasi dan strategi untuk menciptakan citra positif, dengan terlibat dalam berbagai acara bergengsi skala nasional maupun internasional, agar Lembaga, Dinas, maupun Badan Usaha Milik Pemerintah di NTB mau melirik usaha mereka.

“Karena memang merek para UMKM ini tetap membutuhkan dukungan dari peran pemerintah. Misalnya, Dinas Perindustrian untuk mengembangkan kemampuan, Dinas Pariwisata untuk mendukung ekonomi kreatif, dan Dinas Perdagangan yang gaungannya untuk pemasaran,” ucap Nana pemilik Dapur Aisyah.

Sementara, Sri, berharap adanya pemimpin daerah yang baru bisa terus dukung keberlanjutan para pelaku UMKM, terutama di pelestarian kain tenun khas NTB. Dan juga karena di NTB sendiri pelaku UMKM sangat banyak dengan variasi usaha pada berbagai bidang. (hir)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO