PEMERINTAH Kota Mataram diminta untuk tidak terlena dengan capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang setiap tahun terlihat meningkat. Pasalnya, sebagian besar pendapatan yang dicatat masih berasal dari pendapatan non-riil, khususnya dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang masih mendapat suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Mataram, Herman, A.Md., di Mataram baru-baru ini. Dia menyampaikan kekhawatirannya bahwa kemandirian fiskal Kota Mataram selama ini belum sepenuhnya nyata. “Memang setiap tahun PAD meningkat, terakhir kita capai sekitar Rp530 miliar. Tapi itu semu, karena setengah dari angka itu adalah pencatatan pendapatan BLUD. Itu belum sepenuhnya murni berasal dari pajak daerah, retribusi, dan pendapatan asli lainnya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kemandirian fiskal yang sejati adalah ketika daerah tidak lagi bergantung pada dana pusat dan mampu membiayai kebutuhannya sendiri dari pendapatan yang diperoleh secara riil. Oleh karena itu, ia mendorong Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Badan Keuangan Daerah (BKD), dan Bappeda untuk lebih serius merumuskan arah kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
“Kita harus konsen pada arah kebijakan ke depan. PAD yang benar-benar dari kemampuan daerah. Saat ini kita masih tergantung pada pusat. Ini menunjukkan bahwa kemandirian kita masih jauh dari harapan,” tambah anggota Komisi IV ini.
Herman juga menyoroti pentingnya pemutakhiran data dalam proses penyusunan anggaran. Ia menyampaikan kekhawatirannya jika Bappeda atau tim penyusun anggaran menggunakan data lama dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau lembaga lain yang belum diperbarui. “Jangan sampai tim penyusun menggunakan data yang tidak update. Ini akan berdampak pada perencanaan kebijakan fiskal kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Herman juga menyinggung arah pembangunan sektor pariwisata di Kota Mataram yang dinilai belum sepenuhnya mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Menurutnya, meski dalam RPJPD disebutkan bahwa Mataram diarahkan sebagai kota pariwisata, namun implementasinya di lapangan masih mengacu pada kebijakan perdagangan-pariwisata yang belum spesifik.
Sektor jasa dan perdagangan disebut sebagai penyumbang terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Mataram. Hal ini semestinya menjadi peluang bagi pemerintah daerah untuk menggali potensi PAD dari sektor tersebut secara lebih optimal, bukan hanya mengandalkan kontribusi BLUD.
Ia juga meminta agar semua stakeholder yang terlibat dalam perencanaan fiskal dan pembangunan daerah memiliki pemahaman yang sama dan berbasis pada data yang aktual dan akurat, agar arah pembangunan Kota Mataram dapat lebih terarah dan sesuai dengan target kemandirian ekonomi yang telah dicanangkan. (fit)

