spot_img
Minggu, Desember 28, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMPendataan Potensi Parkir Masih Lemah

Pendataan Potensi Parkir Masih Lemah

KOMISI II DPRD Kota Mataram kembali menggelar rapat kerja bersama Dishub (Dinas Perhubungan) membahas persoalan retribusi parkir yang dinilai belum kunjung terselesaikan meski telah menjadi isu menahun. Rapat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan masyarakat terhadap tata kelola parkir yang dianggap belum optimal.

Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kota Matraam, Irawan Aprianto, ST., menilai bahwa persoalan retribusi parkir merupakan masalah klasik yang berulang dari tahun ke tahun. “Permasalahan parkir ini selalu menjadi topik dari satu rapat ke rapat lainnya, bahkan dari satu periode kepemimpinan ke periode berikutnya,” ujarnya.

Menurut Irawan, salah satu akar persoalan ada pada tata kelola parkir dan sistem pendataan potensi parkir yang dinilai masih lemah. “Selalu kita dengar permasalahan berasal dari jukir—baik yang dikelola langsung maupun tidak. Ketika ingin dilakukan penindakan tegas, muncul dilema karena menyangkut masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya di sektor ini. Disini dibutuhkan ketegasan terukur yang mengedepankan humanisme,” jelasnya

Irawan menegaskan bahwa di satu sisi pemerintah ingin meningkatkan pendapatan daerah dari sektor retribusi parkir, namun di sisi lain tidak boleh mengorbankan masyarakat yang menjadi jukir sebagai mata pencaharian utama.

Politisi PKS ini juga menyinggung pentingnya validitas data terkait potensi pendapatan dari sektor parkir. “Seringkali kita hanya mengandalkan pernyataan jukir atau observasi ringan tanpa melalui proses uji petik yang intensif. Akibatnya, data yang digunakan untuk menetapkan target retribusi menjadi tidak akurat,” kata Irawan.

Disebutkan pula adanya ketidaksesuaian antara potensi yang diprediksi dan realisasi pendapatan yang diterima. Salah satu kajian menyebutkan bahwa potensi pendapatan retribusi parkir di Kota Mataram mencapai Rp28 miliar per tahun, namun dalam realisasinya hanya mencapai sekitar Rp8-9 miliar.

“Kita perlu lihat kembali kajian yang pernah dilakukan oleh Balitbang atau yang sekarang namanya Brida. Itu kajian ilmiah tidak mungkin dibuat asal-asalan, mereka pasti menggunakan data, bukan sekadar asumsi,” tegasnya.

Mantan Sekretaris Komisi III ini mengkritisi keputusan untuk menaikkan tarif parkir dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 untuk sepeda motor, dan dari Rp2.000 menjadi Rp5.000 untuk mobil, sebagai upaya mengejar target pendapatan yang belum tercapai. Menurut Irawan, langkah tersebut bukan solusi tepat jika tidak diiringi pembenahan sistem pengelolaan.

“Kenaikan tarif parkir seharusnya bukan solusi instan. Apalagi jika sebelumnya potensi maksimal dengan tarif lama pun belum bisa tercapai. Kita justru harus mempertanyakan, kenapa potensi itu tidak bisa terealisasi?” katanya.

Meski demikian, Komisi II tetap memberikan apresiasi terhadap sikap bijak pihak eksekutif yang belum mengeksekusi kebijakan kenaikan tarif secara penuh, serta inisiatif untuk mencari jalan tengah dalam menyelesaikan masalah ini.

Ke depan, Komisi II mendorong agar dilakukan evaluasi menyeluruh dengan merujuk pada kajian ilmiah dan realitas di lapangan. “Kita harus bedah kembali hasil kajian yang menyebut potensi Rp26 hingga Rp28 miliar itu. Lalu bandingkan dengan realisasi di lapangan. Misnya di mana? Dari situ baru bisa ditemukan solusi yang tepat,” pungkasnya. (fit)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO