Selong (Suara NTB) – Jumlah Keluarga Risiko Stunting (KRS) di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menunjukkan tren penurunan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Upaya Pemkab Lotim dalam melakukan pendampingan intensif dinilai sebagai kunci keberhasilan ini.
Berdasarkan data yang dihimpun, tiga tahun lalu jumlah KRS di Lotim masih mencapai 157 ribu. Angka ini kemudian turun drastis menjadi 90 ribu pada tahun berikutnya. Terakhir, jumlah KRS yang tercatat telah berhasil ditekan menjadi sekitar 53 ribu keluarga.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H. Ahmat, mengonfirmasi kemajuan ini. “Keberhasilan menurunkan angka KRS ini karena terus dilakukan pendampingan,” jelasnya saat diwawancarai, Jumat 3 Oktober 2025.
Untuk menangani 157 ribu KRS pada masa awal, Pemkab Lotim membentuk 3.036 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan. H. Ahmat menegaskan tim pendamping yang ada sekarang terus diminta bergerak aktif untuk mencegah kemunculan kembali kasus KRS.
- Ahmat menyoroti bahwa salah satu akar permasalahan stunting adalah tingginya angka perkawinan anak. Dari sepuluh kabupaten/kota di NTB, Lotim tercatat sebagai wilayah dengan jumlah perkawinan anak tertinggi.
“Harapannya, kasus pernikahan anak ini terus menurun seiring dengan hadirnya regulasi yang ketat terhadap larangan nikah usia anak,” ujarnya.
Komitmen pemerintah daerah dalam mencegah perkawinan anak ditegaskan dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Upaya ini juga diperkuat dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan instansi terkait, serta mendorong masyarakat untuk melapor.
“Komitmen Pemda untuk cegah perkawinan anak yakin terbongkar semua. Komitmen Pemda sudah ada regulasi,” tegas H. Ahmat.
Meski demikian, perjalanan menuju nol kasus perkawinan anak masih panjang. Hingga tahun 2025, masih tercatat 17 laporan kasus perkawinan anak. Namun, kondisi ini sudah jauh lebih baik dibandingkan masa sebelumnya yang digambarkannya sebagai situasi di mana kasus serupa “dulu ramai sekali.” Upaya sistematis ini diharapkan dapat terus menekan angka KRS dan perkawinan anak di masa mendatang. (rus)

