Mataram (suarantb.com) – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Mataram menggelar seminar perpajakan bertema “Strategi Mitigasi Risiko Penyusunan SPT Tahunan 2025 dengan Core Tax System dan Tax Update PPh 21 Sektor Pariwisata”, Rabu, 26 November, di Mataram. Kegiatan ini diikuti lebih dari 100 peserta, terdiri dari konsultan pajak dari Bali dan NTB serta wajib pajak dari berbagai sektor.
Ketua IKPI, Vaudy Starworld mengatakan, seminar ini merupakan upaya memperkuat edukasi perpajakan kepada wajib pajak, mengingat tingginya tanggung jawab dan tantangan dalam pelaporan SPT pada tahun depan.
“Penerimaan negara bukan hanya beban DJP sebagai otoritas, tetapi melibatkan banyak pihak, terutama wajib pajak sebagai fondasinya,” ujarnya.
Vaudy menjelaskan, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan literasi perpajakan dan mendorong kepatuhan sukarela.
“Dengan pengetahuan yang memadai, wajib pajak akan lebih sadar dan patuh. Itu tujuan utama kami,” tegasnya.
Mulai tahun 2025, pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi maupun badan diwajibkan menggunakan Core Tax System (Cortex). IKPI pun telah gencar melakukan sosialisasi terkait cara pengisian dan pelaporan menggunakan sistem tersebut.
“Sistem ini berbeda dari sebelumnya. Karena itu, wajib pajak perlu memahami perubahan-perubahan yang cukup signifikan,” kata Vaudy.
Dalam Core Tax System, pelaporan kini lebih rinci, termasuk detail harta wajib pajak dan penyajian laporan keuangan berdasarkan klasifikasi industri.
“Format dan detail data menjadi lebih spesifik. Ini memerlukan pemahaman lebih dalam dari wajib pajak,” jelasnya.
Vaudy menyebut, jumlah konsultan pajak yang terdaftar secara nasional lebih dari 7.000 orang. Namun jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total wajib pajak di Indonesia yang mencapai 86 juta.
“Artinya, profesi konsultan pajak masih memiliki peluang besar. Namun yang lebih penting adalah meningkatnya kesadaran wajib pajak, karena hal ini berkaitan dengan keadilan dan pembangunan,” tegasnya.
Ia menambahkan, konsultan pajak berperan sebagai jembatan antara otoritas pajak dan wajib pajak. Banyak pelaku usaha yang fokus pada omzet hingga mengabaikan administrasi perpajakan.
“Di sinilah kami membantu, memastikan pelaporan dan administrasi perpajakan sesuai dengan ketentuan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusra, Samon Jaya, yang turut hadir, mengapresiasi kegiatan ini. Ia menegaskan peran konsultan pajak sangat penting dalam membantu pelaku usaha mengelola kewajiban perpajakan secara efisien.
“Ada konsep opportunity cost. Waktu yang digunakan pengusaha untuk mengurus pajak bisa dialihkan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan nilai lebih besar. Karena itu konsultan pajak menjadi sangat relevan,” jelas Samon.
Ia mengibaratkan peran konsultan pajak seperti asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan domestik sehingga waktu pemilik rumah dapat difokuskan pada hal-hal yang lebih penting.
Terkait capaian penerimaan pajak, Samon menyebut realisasi di wilayah Nusa Tenggara saat ini berada pada kisaran 74 persen. Sementara tingkat kepatuhan wajib pajak disebutnya masih selaras dengan rata-rata nasional.
“Dengan adanya Core Tax System dan peran konsultan pajak, kami berharap kepatuhan dapat terus meningkat. Pajak itu dari kita untuk kita,” ujarnya.
Samon menekankan perlunya perubahan cara pandang masyarakat terhadap pajak.
“Kita tidak bisa lagi melihat pajak sebagai kewajiban yang biasa saja. Sistem baru ini hadir untuk memperbaiki, mempermudah, sekaligus meningkatkan akurasi pelaporan,” tandasnya. (bul/*)

