Tanjung (suarantb.com) – Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) menyatakan setuju Rancangan Perda APBD 2026 ditetapkan menjadi Perda. Namun, dengan catatan agar penyesuaian sejumlah item anggaran yang dibahas dan disampaikan oleh Badan Anggaran DPRD sebelumnya disusun secara konsisten. Di mana, penyesuaian tersebut disampaikan ke Banggar lebih dahulu sebelum dokumen Raperda APBD disampaikan untuk dievaluasi oleh Provinsi NTB.
Dalam paripurna pandangan Fraksi-fraksi DPRD, Senin (25/11/2025) sore, delapan fraksi-fraksi di DPRD KLU menyampaikan pandangan Fraksi ke dalam tiga dokumen, yakni pandangan Gabungan Fraksi terdiri dari Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi Persatuan Keadilan Nasional, Fraksi Gerindra, Fraksi PNI, dan Fraksi Golkar; kemudian Fraksi PDIP dan Fraksi PBB.
Juru Bicara Fraksi Gabungan, Zakaria Abdillah, S.HI., menyampaikan bahwa Fraksi Gabungan telah mencermati laporan Badan Anggaran, yang pada pokoknya menyatakan seluruh item Pendapatan maupun Belanja pada RAPBD 2026 terjadi penyesuaian dari angka-angka yang tertuang pada KUA PPAS dengan RAPBD 2026 sebagai akibat dari penurunan Alokasi Transfer ke Daerah tahun anggaran 2026 sebesar Rp206,75 Miliar lebih.
Pengaruh pengurangan tersebut tidaklah kecil bagi postur pendapatan dan belanja daerah, namun membutuhkan penyesuaian belanja pada hal-hal yang prioritas serta keberanian untukmeningkatkan pendapatan asli daerah.
“PAD yang semula pada KUA PPAS disepakati sebesar Rp341.615.130.000 ditingkatkan pada RAPBD menjadi Rp370.018.547.800,00,-. Langkah upaya dan keberanian ini tentu kami berharap diikuti oleh instrumen-instrumen pendukung termasuk sumber daya maupun anggaran kepada dinas yang menangani serta penghasil PAD,” papar Zakaria.
Sementara, pada item Pendapatan Daerah secara umum berdasarkan laporan Banggar DPRD disebutkan sebesar Rp1.019.607.442.997 dan belanja daerah sebesar Rp1.049.607.442.997.
Namun pada item Belanja baik Belanja Operasi, Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Ieigasi, Belanja Bangunan dan Gedung akan dilakukan penyesuaian dari anggaran pada KUA PPAS tanpa menyebutkan besaran penyesuaian.
“Oleh karna itu,kami Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKB, Fraksi Keadilan Nasional, Fraksi Gerindra, Fraksi PNI, dan Fraksi Golkar menyarankan agar penyesuaian tersebut disampaikan kepada badan Anggaran sebelum dilakukan evaluasi oleh Provinsi,” tegasnya.
Fraksi gabungan juga mempertimbangkan berbagai kepentingan masyarakat, serta deadline waktu penetapan APBD yang diatur oleh undang-undang, maka Fraksi gabungan menyetujui Ranperda tentang APBD 2026 ditetapkan menjadi peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran 2026.
Namun demikian terdapat dua catatan yang ditekankan oleh Fraksi gabungan. Pertama, agar penyesuaian item-item belanja yang disebutkan tersebut disampaikan terlebih dahulu ke Badan Anggaran sebelum dilakukan evaluasi oleh provinsi; Kedua, penyesuaian-penyesuaian tersebut juga agar disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama undang-undang HKPD.
Sementara, Jubir Fraksi PDIP, Tusen Lasima, SH., dalam pandangan Fraksi PDIP menyampaikan penurunan Pendapatan Daerah tahun 2026 harus disikapi dengan mengoptimalkan penerimaan dari sumber-sumber PAD baik pajak maupun retribusi.
Fraksi PDI Perjuangan mengapresiasi peningkatan penerimaan PAD tersebut, walaupun menurut hemat Fraksi PDI Perjuangan berdasarkan kajian potensi yang ada, angka tersebut masih dapat ditingkatkan.
“Fraksi PDI Perjuangan juga melihat Terdapat ketidakselarasan regulasi yang berakibat pada pemungutan retribusi oleh Organisasi Perangkat Daerah(OPD) yang tidak berwenang, seperti pada Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang seharusnya dipungut Dinas PUPR tapi dilakukan oleh DPMPTSP & Naker.”
” Selain itu, Peraturan Bupati terkait Nilai Perolehan Air Tanah (PAT) belum disesuaikan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2024. Kami minta Bagian Hukum, Bapenda, dan OPD terkait untuk segera duduk bersama melakukan sinkronisasi total,” sambung Tusen.
F-PDIP tidak ingin, regulasi yang dimiliki Lombok Utara menjadi sumber ketidakpastian hukum dan kesalahan dalam pemungutan. Pihaknya juga meminta dilakukannya Penataan Ulang Pendataan dan Administrasi Wajib Pajak. Pasalnya, Fraksi PDI Perjuangan menemukan bahwa kelemahan pendataan menjadi akar masalah hilangnya potensi penerimaan pada hampir semua jenis pajak, termasuk Pajak Air Tanah (PAT), PBB-P2, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), dan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). (ari/*)

