Mataram (Suara NTB) – Penerapan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) di sekolah jenjang SMA sederajat di NTB terhenti setelah Surat Edaran (SE) Gubernur bernomor: 100.3.4/7795/Dikbud/2025 tentang Moratorium Pemungutan BPP terbit.
Kebijakan ini membuat sejumlah sekolah kewalahan, terutama dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. Bahkan, tak sedikit sekolah yang terpaksa meniadakan sejumlah program akibat anggaran minim.
Seperti yang dialami SMAN 6 Mataram. Sekolah yang berada di Jalan Peternakan No 11, Selagalas itu berencana mengabsenkan beberapa ekskul mereka.
“Ada beberapa ekskul yang terpaksa harus akan kami hilangkan pertama karena peminatnya kurang, kedua fasilitasnya agak mahal tidak bisa dibiayai oleh dana BOS semuanya, yang ketiga pendanaan untuk pelatih melampaui anggaran maksimal yang ada di BOS,” ujar Kepala SMAN 6 Mataram, Moh. Ridwan, Selasa, 2 Desember 2025.
Program-program yang berpotensi ditiadakan di antaranya, ekskul teater, dance, tari, dan memanah. Meski bersifat ekskul, program-program tersebut dinilai penting sebagai upaya sekolah untuk meningkatkan mutu siswa.
Ridwan menuturkan, program-program ekskul sekolah, saat ini bukannya tidak berjalan, hanya saja intensitas dan kualitasnya berkurang.
“Mungkin di beberapa sekolah besar ini tidak jadi masalah, tapi ukuran kami yang ada di sekolah yang mohon maaf agak pinggiran dengan tingkat ekonomi orang tua siswa yang jauh sekali, kemudian besarnya siswa yang menggunakan KIP, PKH, agak sulit,” terangnya.
Satu-satunya upaya yang bisa dilakukan sekolah saat ini adalah berkoordinasi dengan komite untuk menggalang dana melalui skema sumbangan. “Melalui komite penggalangan dana berdasarkan SE Gubernur pasal 2 ayat C itu sudah kami upayakan, tapi ternyata tidak maksimal,” ungkapnya.
Ridwan membeberkan, berdasarkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) saja, SMAN 6 Mataram kekurangan sebanyak Rp. 708 juta di luar dari yang bisa dicover BOS.
Anggaran itu mencakup kebutuhan fisik dan perawatan fasilitas sekolah, serta penyelenggaraan sejumlah program. Dengan kondisi itu, ia berharap ada solusi segera dari pemerintah untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi sekolah.
“Kami berharap sebenarnya mudah-mudahan secepatnya ada regulasi baru terutama dari pemerintah berkaitan dengan moratorium ini supaya aktivitas belajar mengajar kembali normal seperti awal-awal,” tandasnya.
Sementara itu, proses evaluasi terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 44 Tahun 2018 yang mengatur BPP telah rampung. Saat ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB masih menunggu arahan dan keputusan Gubernur NTB terkait keberlanjutan skema BPP di sekolah.
Sekretaris Dinas Dikbud NTB, Arifin, SH., MH., menyampaikan, setelah proses evaluasi selesai, pihak evaluator dalam hal ini Inspektorat NTB telah melaporkan hasil evaluasi ke Gubernur NTB.
“Entah apa mungkin tanggapan Pak Gubernur kita belum tahu. Apakah ini (BPP) akan dilanjutkan,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Kalau skema BPP dilanjutkan sambung Arifin, pengelolaan keuangannya mesti sesuai dengan arahan dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) perwakilan NTB.
Arahan yang dimaksud agar sekolah tidak menarik serta membelanjakan uang yang bersumber dari BPP itu secara sembarangan atau di luar prosedur.
Sementara itu, ujar Arifin, BPK meminta agar BPP diperlakukan sama seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“BPK itu menginginkan pengelolaan keuangan itu sesuai dengan pengelolaan APBD ini kan. Jadi dimasukin di postur APBD, dibelanjakan juga sama seperti APBD,” terangnya. (sib)

