PENYAKIT menular seksual, HIV-AIDS bisa menyerang semua kalangan. HIV-AIDS seperti fenomena gunung es. Lebih banyak yang tidak tampak dibandingkan yang tercatat dalam data.
“Untuk mengatasi merebaknya kasus HIV-AIDS di NTB, Pemprov NTB melakukan tripel eliminasi, yaitu penderita HIV harus mengetahui status penyakitnya,’’ ujar Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr.H.Lalu hamzi Fikri, Selasa (2/12/2025).
Fikri menjelaskan, apabila terdapat sejumlah orang terpapar HIV-AIDS di NTB, 95 persen dari 100 persen orang tersebut harus mengetahui statusnya, mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV), dan mencapai viral load tersupresi.
“Kemudian 95 persen orang dia dapat pengobatan ARV. Antivirusnya itu diberikan pengobatan. Itu targetnya, target nasional,” sambungnya.
Menurutnya, Indonesia juga mengacu pada target global yang selaras dengan perencanaan per daerah. Penanggulangan HIV telah diatur melalui Permenkes, termasuk target pengendalian infeksi baru.
“Di situ infeksi di 2024 bahwa infeksi baru HIV 0,18 per seribu penduduk. Tidak terinfeksi atau turun sampai 75 persen. Ini targetnya. Target kita di 2030 itu infeksi HIV itu turun sampai 90 persen,” katanya.
Fasilitas Pemeriksaan HIV-AIDS di NTB Sudah Tersedia
Ia menyampaikan, di NTB kini telah tersedia faskes-faskes untuk memudahkan aksebilitas skrining HIV-Aids. Bahkan obat-obat untuk ARV ini juga sudah tersedia. Baik itu puskesmas ataupun rumah sakit.
Penanganan HIV juga termasuk dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di kabupaten/kota.
Di tahun 2025 ini, Pemprov NTB menetapkan dua indikator utama kinerja program penanganan HIV-AIDS yaitu peningkatan cakupan skrining HIV pada kelompok berisiko serta peningkatan akses pengobatan bagi Orang Dengan HIV (ODHIV).
Hingga Oktober, capaian skrining HIV secara provinsi menunjukkan tren positif dengan performa yang melampaui target, meskipun masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang memerlukan perhatian khusus untuk percepatan capaian.
Sementara itu, penemuan kasus baru dan pemberian terapi Antiretroviral (ARV) juga menunjukkan kemajuan, namun tetap membutuhkan penguatan di sejumlah wilayah untuk mencapai target optimal.
Hamzi Fikri menjelaskan, keberhasilan program tidak hanya diukur dari angka capaian, tetapi juga dari kualitas layanan yang diberikan.
“Kami terus mendorong penguatan layanan kesehatan, mulai dari skrining hingga pengobatan, dengan memastikan akses yang lebih luas, respons yang cepat, dan layanan yang ramah tanpa diskriminasi,” ucapnya.
Dalam pelaksanaannya, Pemprov menghadapi beberapa tantangan. Seperti keterbatasan anggaran operasional dan mobilitas program, sarana pendukung pencatatan dan pelaporan berbasis digital. Serta belum meratanya kemitraan dengan komunitas dan sektor swasta sebagai mitra strategis penjangkauan kelompok berisiko. (era)

