spot_img
Jumat, Desember 26, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMDinas PPPA Catat 115 Kasus Kekerasaan Perempuan dan Anak di Mataram

Dinas PPPA Catat 115 Kasus Kekerasaan Perempuan dan Anak di Mataram

Mataram (Suara NTB) – Kasus kekerasaan pada anak dan perempuan di Mataram, menjadi fenomena gunung es. Tercatat 115 kasus sampai bulan November 2025. Peran orang tua sangat penting untuk meningkatkan pola asuh.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Mataram, Hj. Yunia Arini menyebutkan, kasus kekerasaan perempuan dan anak mencapai 115 sampai bulan November. Jumlah ini diprediksi akan meningkat sampai akhir tahun 2025. Paling dominan adalah kekerasaan pada anak.

Tingginya kekerasaan pada anak terutama seksual, didominasi lingkungan keluarga terdekat. Oleh karena itu, peningkatan peran orang tua sangat penting. “Peningkatan edukasi parenting jadi sangat penting,” terang Yuni ditemui pekan kemarin.

Pihaknya mencoba menjalin kerja sama dengan fasilitas kesehatan, guna membantu pendampingan psikologi.

Yuni merincikan dari 115 kasus didominasi kekerasaan pada anak terdiri kekerasaan fisik, psikis, perebutan hak asuh, perkawinan anak dan lain sebagainya. Sedangkan, 30 persen kekerasaan pada perempuan. “Paling banyak kasus kekerasaan pada anak,” ujarnya.

Pencegahan kasus kekerasaan tidak hanya peran dari sosok ayah, melainkan peran keluarga secara utuh. Menurut dia, keluarga berkualitas perlu diciptakan untuk menuntaskan kasus kekerasaan anak dan perempuan dari akarnya.

Keluarga berkualitas akan terbangun pola komunikasi yang baik, pola asuh yang baik dan pengawasan maka anak akan tumbuh dengan baik. “Kata kuncinya adalah keluarga berkualitas,” tegasnya.

Tantangan dalam pola asuh adalah pengaruh gawai. Pola komunikasi anak di grup obrolan mengkhawatirkan, sehingga pengawasan tidak bisa diserahkan sepenuhnya ke sekolah melainkan peran orang tua.

Kemajuan teknologi ini menjadi tantangan terbesar. Konten dan narasi tersebar bebas tanpa ada saringan.

Orang tua harus mengambil kendali pengawasan, guna mencegah kekerasaan seksual dan kekerasaan berbasis online gender (KBGO). “Anak mengambil contoh dari tayangan-tayangan yang ditonton,” jelasnya.

Selain itu, tantangan budaya juga sangat mempengaruhi. Masyarakat Lombok memiliki tradisi kawin lari serta budaya patriarki. Beban dan tanggungjawab pengasuhan diserahkan ke ibu. (cem)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO