PROVINSI NTB genap berusia 67 tahun pada 17 Desember 2025. Di usia yang cukup matang ini, program-program pembangunan masih mengalami kendala, terutama dengan adanya efisiensi dan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) 2026.
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Gubernur Dr.H.Lalu Muhamad-Hj.Indah Dhamayanti Puti (Iqbal-Dinda) untuk tetap membangun NTB sebagai provinsi yang makmur dan mendunia sesuai janjinya.
Pengamat Ekonomi dari Unram, Dr. M. Firmansyah menyampaikan, pada momen akhir tahun yang juga bertepatan dengan HUT ke-67 NTB ini, kesamaan visi dan persepsi diperlukan sebagai pondasi awal pembangunan di NTB.
Di samping itu, pemerintah provinsi sudah mulai secara jelas meletakkan pondasi pembangunan di kawasan-kawasan strategis provinsi.
“Seperti di Samota, Teluk Bima, Waworada, Cempi, dan seterusnya. Itu sudah harus diperbaiki tata kelembagaannya,” ujarnya.
Menurutnya, pada aspek meritokrasi pemerintahan di bawah komando Iqbal-Dinda sudah menggaungkannya. Penataan birokrasi dan penataan badan-badan usaha daerah juga konsisten dilakukan.
Namun demikian, tantangan dalam upaya membangun stabilitas ekonomi tidak melulu berkutat di persoalan daerah. Tapi, juga berasal dari kebijakan struktural, seperti kebijakan efisiensi dan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD).
Kebijakan ini tentunya menjadi tantangan bagi daerah, khususnya NTB untuk tetap konsisten merealisasikan program-program yang sudah ada di tengah penghematan anggaran.
Firmansyah menerangkan, dalam usaha mengatasi tantangan ke depan seperti kebijakan efisiensi dan pemangkasan TKD ini harus dijawab dengan kerja nyata dalam meningkatkan pendapatan-pendapatan daerah yang baru.
“Tentu saja kita perlu memperkuat BUMD sebagai mesin peningkatan pendapatan di samping kita perlu mendorong investor-investor baru untuk meningkatkan dan memperluas ekonomi NTB,” tuturnya.
Selama ini, jelas Firmansyah, peningkatan ekonomi NTB ditopang oleh sektor pertambangan. Namun, perkembangan terakhir industri makan-minum lalu industri manufaktur di luar tambang juga terlihat makin baik pertumbuhannya.
“Mudah-mudahan itu juga bisa menumbuhkan nilai pertumbuhan ekonomi sehingga kita tidak lagi mengandalkan tambang,” ujarnya.
Angkatan Kerja Perlu Sentuhan Pemda
Selain efisiensi anggaran, tantangan ke depan adalah pada persaingan angkatan kerja yang terus bertambah.
Menurutnya, angkatan kerja NTB perlu mendapat sentuhan dari Pemda berupa peningkatan skill dan keahlian yang dibutuhkan lapangan pekerjaan saat ini.
“Kalau dulu era sebelumnya, konsepnya mengirim mahasiswa ke luar, sekarang mungkin kalau itu tidak diprioritaskan atau mungkin dengan cara lain tapi tetap harus ada upaya untuk meningkatkan soft skill dari angkatan kerja kita,” tekannya.
Selain itu, arah pembangunan mesti dilakukan penilaian yang masif sebagai upaya menyiapkan generasi yang dapat berkontribusi bagi daerah ke depan.
“Misalnya di sektor pertambangan dari awal sebelum eksploitasi itu harus menyiapkan sumber daya manusia lokal untuk bisa berkontribusi di situ. Lewat pelatihan, lewat sekolah formal maupun informal,” ujar Firman yang juga Kaprodi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unram itu.
Peningkatan MICE perlu diatensi
Ia menambahkan, hal lain yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah NTB sebagai pusat MICE. Pasalnya, bisnis utama NTB terletak pada sektor pariwisata.
“Di 2026 ini sudah mulai dipikirkan event-event berskala internasional selain Mandalika atau MotoGP. Karena selalu kita sampaikan, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkualitas itu kita perlu mendatangkan orang yang banyak yaitu pariwisatanya dan juga mendatangkan modal atau investor,” terangnya.
Ia berharap, pertumbuhan ekonomi NTB di 2026 memiliki progres yang jelas. Begitu juga dengan pembenahan birokrasi yang berdaya saing mesti bertumbuh secara proporsional.
“Semoga stabilitas politik juga bisa kita jaga tahun 2026 ini, politik dan keamanan tentu saja. Sebagai modal untuk perekonomian yang stabil,” tandasnya. (sib)

