Mataram (suarantb.com) – Terbitnya Surat Resmi bernomor 800.5.1.3/4852/BKD/2025 tertanggal 18 November 2025 yang ditandatangani oleh Penjabat (Pj) Sekda NTB H. Lalu Mohammad Faozal, membuat sejumlah guru PPPK resah. Pasalnya, surat yang tertuju pada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB itu meminta agar PPPK yang mutasi untuk kembali ke tempat awal di mana mereka pertama kali diangkat.
Kebijakan itu sontak membuat sejumlah PPPK yang kadung bertugas di tempat baru protes. Selain, berimbas pada kehilangan jam mengajar, kebijakan tersebut juga dikhawatirkan akan membuat mereka kewalahan, karena persoalan jarak antara rumah dan tempat kerja.
Persoalan tersebut juga disoroti Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB. Ketua FSGI, Mansur, pada Rabu (17/12/2025) menilai, terdapat beberapa kekeliruan yang mesti dibenahi pada kebijakan tersebut. Utamanya menyangkut soal basis data (database) yang digunakan pemerintah untuk penempatan guru PPPK.
Menurutnya, surat keputusan (SK) penempatan PPPK yang diterbitkan tidak relevan dengan kondisi riil saat SK itu terbit. Seperti PPPK periode 2022 dan 2023 menggunakan basis data 2021 ke bawah. “Sehingga kebutuhan yang ada di sekolah itu sudah tidak sesuai dengan kondisi pada SK itu keluar,” ujarnya.
Imbasnya, selain tidak mendapat jam mengajar, guru PPPK tersebut juga harus bertaruh jarak yang jauh dengan tempat tinggalnya.
Keadaan tersebut, memaksa sejumlah PPPK itu pindah ke sekolah yang menyediakan jam mengajar dan dekat dengan rumah mereka.
“Jadi, guru-guru sudah mencari kestabilannya sendiri, mencari sekolahnya sendiri, mendapatkan jamnya sendiri. Sudah bagus, tiba-tiba disuruh kembali lagi (ke tempat awal),” jelas Mansur.
Kendati begitu, ia tak menafikan, bahwa kebijakan agar kembali ke tempat dimana mereka diangkat merupakan amanat dari Permen PAN-RB Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pengadaan Pegawai ASN.
Namun, jelas Mansur, jika pemerintah ingin PPPK kembali ke unit kerja awal, seharusnya SK penempatan itu yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Sebab, alasan PPPK tersebut pindah lantaran penempatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Seharusnya kalau memang memberlakukan penempatan itu sesuai dengan SK-nya, ya SK-nya yang harus benar dulu. Sesuai dengan penempatan yang diajukan oleh guru dan sesuai kebutuhan sekolah,” terangnya.
Mansur menegaskan, jika tetap ingin PPPK kembali ke unit kerja awal, maka pemerintah harus memperbaiki basis data yang digunakan. Sehingga, persoalan jam mengajar dan jarak tempuh tidak menjadi masalah ke depan.
“Data ulang saja sesuai dengan kondisi sekarang. Itu lebih gampang daripada kekeh pada datanya semula, sementara itu tidak sesuai dengan kebutuhan riil,” tegasnya.
Selain perkara basis data yang tidak lagi relevan, Sekjen FSGI itu juga menilai surat yang diterbitkan BKD NTB bertanda tangan Sekda dengan tujuan Kadis Dikbud sudah salah alamat.
Menurutnya, Kadis Dikbud tidak punya kewenangan untuk mereposisi guru berstatus PPPK.
“Artinya, surat itu sebenarnya sudah tidak bisa dikatakan berlaku. Orang yang menentukan dia (BKD, red), kenapa dia minta Kepala Dinas untuk mereposisi kembali. Sementara dinas itu fungsinya hanya mengusulkan saja,” ujar Mansur.
Menurut Mansur, kewenangan mereposisi pegawai berada di BKD, bukan Dinas. “BKD saja yang mindahin. Orang yang membuat SK dulu Gubernur, yang memutasi juga atas nama Gubernur,” terangnya.
Kendati demikian, ia tak menafikan bahwa perpindahan PPPK berdasar pada dua kriteria. Pertama berdasarkan SK Gubernur dan kedua berdasarkan Surat Perintah Tugas kepada Kepala Dinas.
“Mungkin yang dimaksud oleh BKD atau Sekda itu adalah yang berdasarkan Surat Perintah Tugas Kadis, tapi kembali lagi yang tentu dia tinggal mengeluarkan SK baru lebih baik,” tandasnya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB meminta seluruh guru berstatus PPPK yang mutasi agar tetap tenang menyusul isu instruksi untuk kembali ke penempatan awal. Dikbud masih mengusahakan agar guru PPPK tidak diminta kembali ke tempat awal.
Sekdis Dikbud NTB, Arifin, pada Selasa (16/12/2025), mengatakan, kebijakan ini bukan berasal dari Pemprov melainkan dari pusat. Oleh karena itu, untuk memastikan 817 guru PPPK tidak diminta pindah lagi, pihaknya harus berkomunikasi dengan Kemen PAN-RB. “Kalau mendapatkan izin dari Kemen PAN-RB ndak usah balik ya alhamdulillah,” ujarnya.
Arifin menjelaskan, jika guru PPPK ini diminta kembali ke tempat semula akan menimbulkan sejumlah masalah. Seperti ketersediaan jam mengajar dan persoalan jarak tempat kerja dengan rumah.
Dengan sejumlah persoalan tersebut, Dikbud bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) terus berupaya merayu pusat agar PPPK yang sudah mutasi ini tidak kembali ke tempat awal.
“Insyaallah BKD sedang berupaya bersama Dikbud juga untuk memohon kepada Kemen PAN-RB untuk memberikan petunjuk dan persetujuan atas permintaan kami, supaya PPPK tetap di tempat,” tuturnya.
Oleh karena itu, Dikbud NTB meminta kepada seluruh guru PPPK di NTB untuk tetap tenang sembari menunggu keputusan pusat. (sib)

