spot_img
Rabu, Desember 17, 2025
spot_img
BerandaNTBKanwil Kemenkum NTB Hadiri Dialog Publik LBH APIK, Dorong Penanganan Kekerasan Berbasis...

Kanwil Kemenkum NTB Hadiri Dialog Publik LBH APIK, Dorong Penanganan Kekerasan Berbasis Gender di Kawasan Tambang

Mataram (suarantb.com)— Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat (Kanwil Kemenkum NTB) mengikuti Dialog Publik dan Diseminasi Penelitian bertajuk “Situasi Kekerasan Berbasis Gender di Kawasan Industri Ekstraktif” yang diselenggarakan oleh LBH APIK NTB bersama Asosiasi LBH APIK Indonesia, Senin (15/12), bertempat di Hotel Lombok Raya, Mataram.

Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.30 hingga 15.00 WIB ini dihadiri oleh 31 peserta dari berbagai unsur, antara lain perwakilan instansi pemerintah provinsi dan kabupaten, organisasi masyarakat sipil seperti WALHI NTB dan Gema Alam, akademisi, media, paralegal, serta kelompok perempuan terdampak dari Kecamatan Maluk. Kehadiran lintas sektor tersebut menjadi wujud komitmen bersama dalam merespons persoalan kekerasan berbasis gender (KBG) yang kerap muncul di wilayah industri ekstraktif.

Acara dibuka secara resmi oleh Khotimun Sutatuti dari Asosiasi LBH APIK Indonesia. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya kolaborasi multipihak untuk memastikan isu KBG di kawasan pertambangan tidak lagi dipandang sebagai persoalan domestik semata, melainkan sebagai isu struktural yang memerlukan intervensi kebijakan. Pendiri LBH APIK NTB, Beauty Erawati, turut menegaskan bahwa penelitian ini menjadi langkah strategis untuk mengungkap dampak nyata industri ekstraktif terhadap kehidupan dan keamanan perempuan.

Pemaparan hasil penelitian disampaikan oleh Direktur LBH APIK NTB, Nuryanti Dewi. Ia mengungkapkan bahwa bentuk KBG yang ditemukan sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik, seksual, psikologis, ekonomi hingga struktural. Menurutnya, perubahan sosial-ekonomi yang drastis, maskulinisasi ruang kerja tambang, degradasi lingkungan, serta terpinggirkannya suara perempuan menjadi akar utama persoalan. Dampak tersebut berujung pada hilangnya akses perempuan terhadap tanah, air bersih, sumber pangan, meningkatnya beban domestik, serta kerentanan terhadap kekerasan. Temuan ini diperkuat oleh Surya Jaya selaku peneliti lokal yang menggambarkan situasi sosial di lingkar tambang Maluk, termasuk migrasi massal, perubahan mata pencaharian, dan melemahnya sistem sosial masyarakat.

Tanggapan dari narasumber lain memperkaya diskusi. Direktur WALHI NTB, Amri Nuryadin, menyoroti keterkaitan erat antara kerusakan lingkungan dan meningkatnya kerentanan gender, serta mendorong integrasi analisis gender dalam dokumen AMDAL dan kebijakan pertambangan. Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Ruth Stella memberikan perspektif akademis dengan menekankan bahwa keadilan ekologis dan keadilan gender merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemenuhan hak asasi manusia.

Forum ini juga menghadirkan testimoni langsung dari perwakilan kelompok perempuan terdampak di Maluk. Mereka menyampaikan pengalaman nyata menghadapi KBG, rasa takut terhadap keamanan diri, serta sulitnya mengakses keadilan. Kesaksian tersebut memberikan gambaran konkret mengenai dampak sosial industri ekstraktif terhadap perempuan di tingkat akar rumput.

Dalam sesi diskusi, Muhammad Shaleh selaku penulis policy brief memaparkan rekomendasi kebijakan yang kemudian mendapatkan berbagai masukan dari peserta. Beberapa poin penting yang mengemuka antara lain perlunya indikator kebijakan yang terukur, mekanisme pengaduan yang aman dan ramah korban, serta pelibatan media dalam upaya advokasi dan pengawasan.

Melalui forum ini, dirumuskan sejumlah rekomendasi strategis yang ditujukan kepada pemerintah daerah, perusahaan tambang, lembaga masyarakat sipil, serta untuk penguatan forum lanjutan. Rekomendasi tersebut mencakup penguatan regulasi dan kelembagaan penanganan KBG, penerapan kebijakan internal perusahaan yang sensitif gender, pemberdayaan perempuan melalui program CSR, hingga penguatan peran paralegal dan komunitas.

Partisipasi Kanwil Kemenkum NTB dalam kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pembinaan hukum yang responsif gender di wilayah Nusa Tenggara Barat. Materi dan hasil diskusi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan penting dalam perumusan kebijakan serta program kerja ke depan, khususnya dalam pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender di kawasan industri ekstraktif. (r/*)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -











VIDEO