Mataram (suarantb.com) – Kepatuhan juru parkir menawarkan pelanggan membayar non-tunai masih menjadi pekerjaan rumah. Dinas Perhubungan akan menggratiskan pembayaran parkir apabila jukir tidak menunjukan QR-code. Tujuannya sebagai terapi kejut bagi juru parkir.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram Zulkarwin menerangkan tantangan terberat yang dihadapi adalah kepatuhan. Juru pakir tidak patuh menyetor, menawarkan QR-code, dan tidak patuh memberikan pelayanan optimal ke pelanggan. Secara perlahan persoalan ini telah diselesaikan, terutama juru parkir siluman.
Persoalan klasik ini sering dikeluhkan pelanggan, tetapi jukir selalu memiliki alasan pembenaran. “Ada saja alasan jukir ini entah tidak bawa Qr-code, terlipat, basah, dan lain sebagainya,“ terangnya.
Dishub tidak ingin kehabisan cara menangani jukir nakal. Di tahun 2026, pola yang diterapkan adalah koordinator lapangan tunggu parkir. Korlap akan melihat penyebab jukir tidak menyetor pendapatan harian mereka ke kas daerah. Padahal kata Zulkarwin, insentif tetap dibayarkan setiap dua pekan melalui sistem di Badan Keuangan Daerah Kota Mataram.
Pola lain akan diterapkan adalah jukir yang tidak menunjukan QR-code, maka masyarakat gratis bayar parkir. Tujuannya sebagai terapi kejut kepada jukir. “Nah, ini yang sedang kita kaji. Lain perkara kalau jukir tawarkan jukir, tetapi pelanggan tidak punya aplikasi maka tidak masalah bayar tunai,” jelasnya.
Mantan Camat Selaparang menyebutkan realisasi retribusi parkir mencapai Rp9,7 miliar, tetapi diproyeksikan capaian sampai akhir tahun mencapai Rp10,1 miliar.
Bagaimana dengan titik parkir di jalan nasional yang belum masuk titik parkir resmi? Kepala UPT Perparkiran kata Zul, telah diminta berkoordinasi dengan Balai Jalan Nasional dan Dinas PUPR Provinsi NTB. Pasalnya, lokasi parkir di Jalan Catur Warga masuk jalan provinsi tidak bisa ditarik parkir. Alternatifnya bisa saja dimasukan ke jalan milik kota, tetapi konsekuensinya ada penurunan kelas jalan, karena digunakan parkir.
Pola lainnya adalah dibuatkan marga jalan, agar retribusi parkirnya masuk ke kas daerah. “Kalau parkir di depan eks Bandara tidak bisa didaftarkan titik itu. Pedagang di sana seharusnya berjualan di dalam eks Bandara. Kalau dihapus lagi maka akan berat,” demikian kata dia. (cem)

