Sumbawa Besar (suarantb.com) – Bupat Kabupaten Sumbawa Ir. H. Syarafuddin Jarot, memberikan atensi khusus terhadap regenerasi para penenun yang berada di wilayah setempat. Terutama karena mengingat penenun yang eksis saat ini rata-rata memiliki usia 50 tahun.
“Ini merupakan tantangan besar yang kita hadapi di tenun. Sehingga kami akan mendorong adanya regenerasi penenun di Desa Poto yang telah ditetapkan menjadi pusat tenun Sumbawa,” kata Bupati Jarot saat membuka Sumbawa Tenun Fashion Street, Jumat (19/12/2025) malam.
Ia melanjutkan, sebagian besar penenun di Desa Poto saat ini berusia di atas 50 tahun. Sementara generasi muda semakin sedikit yang tertarik menekuni tenun. Kondisi ini, menurutnya, dapat mengancam keberlangsungan identitas kain tenun Sumbawa apabila tidak segera diantisipasi.
“Kami tetap memberikan atensi khusus terhadap tradisi tenun ini, jangan sampai tenun yang menjadi identitas budaya hilang seiring tidak adanya regenerasi penenun,” ucapnya.
Jarot juga mendorong OPD terkait, khususnya yang membidangi perindustrian dan perdagangan, untuk membina mereka secara berkelanjutan. Ia juga mendorong desainer lokal untuk melakukan modifikasi dan pengembangan produk, termasuk menghadirkan tenun imitasi bermotif khas Sumbawa.
“Tenun imitasi ini kami anggap sangat penting sebagai alternatif oleh-oleh dengan harga yang lebih terjangkau bagi wisatawan, tanpa menghilangkan nilai tenun asli sebagai produk premium,” ujarnya.
Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhamad Iqbal sangat mengapresiasi terselenggaranya kegiatan Sumbawa Tenun Fashion Street 2025. Ia menilai kegiatan ini sebagai Fashion Street pertama di Sumbawa yang memberikan hasil luar biasa.
“Saya sangat menikmati peragaan busana ini dan melihat keberanian para desainer berekspresi. Beberapa desain juga dianggap masuk kategori ready to wear dengan kualitas dan karakter kuat,” ucapnya.
Gubernur Iqbal menyebutkan, Sumbawa Tenun Fashion Street harus terus dilanjutkan di masa yang akan datang. Hal ini dianggap sangat penting dan menjadi dukungan inkubasi dan panggung bagi para desainer Sumbawa.
“Kegiatan seperti ini terus terus dilanjutkan karena dengan banyaknya kreasi pada desainer muda maka potensi besar untuk berkembang hingga tingkat nasional dan internasional sangat mungkin terjadi,” ujarnya.
Gubernur Iqbal turut menyoroti ketimpangan nilai ekonomi yang dialami para penenun. Penenun biasanya membutuhkan waktu hingga dua minggu untuk menghasilkan satu kain, namun hanya memperoleh margin yang sangat kecil.
“Kondisi inilah yang menjadikan para generasi muda enggan menekuni profesi sebagai penenun karena nilai ekonomis yang dianggap tidak sebanding dengan usaha yang dilakukan,” jelasnya.
Menurutnya, paradigma tenun bukan hanya sekadar kerajinan atau handicraft semata harus diubah. Penenun harus diperlakukan sebagai artis, di mana yang dihargai bukan hanya tenaga, tetapi juga keterampilan dan ide.
“Selama penenun dapat hidup layak, maka tenun akan tetap lestari. Oleh karena itu, tenun sebaiknya tetap ditempatkan sebagai produk premium dengan segmen pasar tersendiri,” harapnya. (ils)

