Mataram (suarantb.com) — Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga 18 Desember 2025 menunjukkan capaian yang solid dan tetap menopang perputaran ekonomi daerah. Di tengah transisi pemerintahan dan kebijakan efisiensi anggaran, realisasi pendapatan negara telah menembus 96,48 persen, sementara belanja negara mencapai 94,19 persen dari total pagu.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) NTB, Ratih Hafsari, menyatakan bahwa secara umum kinerja fiskal tahun 2025 masih berada pada level yang sangat baik. Meski prognosis belanja sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya, penurunan tersebut dinilai wajar karena adanya transisi pemerintahan dan penyesuaian kebijakan.
“Kalau tahun lalu realisasi belanja bisa mencapai sekitar 98 persen, tahun ini prognosis kami di kisaran 97 persen. Turun tipis sekitar satu persen, dan itu masih sangat baik karena ada efisiensi, blokir anggaran, serta transisi pemerintahan,” kata Ratih di kantornya, Senin, 22 Desember 2025.
Ia menjelaskan, sepanjang 2025 total belanja negara yang disalurkan ke NTB melalui DJPB mencapai lebih dari Rp27 triliun. Dana tersebut mencakup transfer ke daerah sekitar Rp17 triliun, sementara sisanya sekitar Rp9 triliun disalurkan melalui kementerian dan lembaga, termasuk instansi vertikal di daerah.
Realisasi transfer ke daerah, menurut Ratih, berjalan relatif lancar dan menunjukkan kinerja yang baik. Adapun belanja melalui kementerian dan lembaga, khususnya sektor pekerjaan umum (PU), menjadi faktor utama yang menahan realisasi belanja karena dominasi belanja modal berskala besar.
“Belanja PU banyak yang bersifat proyek besar dan sebagian tidak bisa diselesaikan dalam satu tahun anggaran, sehingga berlanjut menjadi kontrak multiyears,” jelasnya.
DJPB NTB juga menekankan pentingnya percepatan syarat salur dana transfer ke daerah. Ratih menyebut keterlambatan penyampaian dokumen dari organisasi perangkat daerah (OPD) masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar penyaluran dana tidak tersendat.
“Dokumen syarat salur harus disampaikan lebih cepat ke KPP. Ini kunci agar dana transfer bisa segera turun dan langsung menggerakkan ekonomi,” tegasnya.
Untuk tahun anggaran berikutnya, DJPB mendorong pemerintah daerah dan kementerian/lembaga agar memulai proses lebih awal, termasuk penandatanganan kontrak sejak awal tahun dan percepatan penetapan pejabat perbendaharaan.
“Kalau pejabat perbendaharaan seperti KPA dan bendahara cepat ditetapkan, belanja tidak akan tertahan di awal tahun. Ini penting untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ratih menegaskan, belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah memiliki peran sangat besar bagi NTB. Saat ini, sekitar 72 hingga 75 persen struktur APBD NTB masih bergantung pada dana transfer dari pusat, belum termasuk belanja kementerian dan lembaga.
“Kalau dilihat kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, porsinya APBN masih menjadi jangkar utama ekonomi daerah,” kata Ratih.
Memasuki 2026, kebijakan efisiensi anggaran dipastikan tetap berjalan tanpa mengorbankan hasil pembangunan. Ratih menegaskan, efisiensi bukan berarti mengurangi manfaat, melainkan memangkas belanja yang tidak produktif.
“Efisiensi itu bagus, karena mengurangi lemak-lemak belanja yang tidak perlu. Yang penting bukan anggarannya habis, tapi output dan manfaatnya tercapai. Ndak ada masalah menurut saya tahun depan ini,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan penggunaan anggaran, termasuk melalui sistem pelaporan kinerja dan output satuan kerja (satker). DJPB sendiri, kata Ratih, melakukan monitoring dan pengawasan berjenjang berbasis indikator kinerja pelaksanaan anggaran.
“Setiap satker wajib melaporkan output di aplikasi. Kalau perencanaan dan pelaksanaannya tidak baik, kinerjanya akan tercatat dan dilaporkan ke kementerian,” jelasnya.
Dalam konteks efisiensi 2026, Ratih memastikan perhatian pemerintah terhadap UMKM tetap kuat. Menurutnya, sektor UMKM masih menjadi prioritas utama karena perannya yang strategis dan pengalamannya sebagai sektor paling terdampak saat pandemi.
“Saya kira efisiensi tidak akan mempengaruhi UMKM. Pemerintah tetap memberi perhatian besar karena UMKM adalah penopang ekonomi rakyat,” pungkasnya.
Sementara itu, dari sisi pendapatan, realisasi Pendapatan Negara di NTB mencapai Rp4,21 triliun atau 96,48 persen dari target. Penerimaan pajak tercatat sebesar Rp2,85 triliun atau 79,68 persen, dengan tren peningkatan signifikan di akhir tahun yang mendekati target APBN. Capaian ini menegaskan peran strategis APBN dalam menjaga stabilitas fiskal, mempercepat pembangunan, dan menggerakkan ekonomi NTB di tengah dinamika kebijakan nasional. (bul)

