spot_img
Selasa, Desember 23, 2025
spot_img
BerandaNTBBIMACakupan MBG untuk Ibu Hamil di Bima Masih Rendah

Cakupan MBG untuk Ibu Hamil di Bima Masih Rendah

Bima (suarantb.com) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang juga menyasar 3B, yakni ibu hamil (bumil), balita, dan ibu menyusui di Kabupaten Bima hingga kini belum berjalan optimal. Dari 18 kecamatan yang ada, cakupan pelayanan program tersebut baru menjangkau sekitar 10 hingga 20 persen wilayah. Kondisi ini dinilai masih jauh dari target ideal yang diharapkan pemerintah daerah.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bima, Nurdin, S.Sos., mengungkapkan bahwa meski MBG telah mulai berjalan di sejumlah kecamatan, pelaksanaannya belum merata hingga ke seluruh desa. Dalam satu kecamatan pun, hanya sebagian desa yang menerima layanan untuk sasaran 3B.

“Bumil menjadi salah satu sasaran utama program MBG. Tapi faktanya, di Kabupaten Bima baru beberapa kecamatan yang melayani, dan di dalam kecamatan itu tidak semua desa terjangkau,” ujar Nurdin, pada Sabtu (20/12/2025).

Ia mencontohkan, di Kecamatan Madapangga penyaluran MBG baru menyentuh tujuh desa. Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Sape dan Woha, di mana program sudah berjalan, tetapi masih terbatas di beberapa desa saja. Informasi tersebut, kata Nurdin, juga diperkuat oleh laporan lapangan dari petugas pembantu keluarga berencana (PLKB) yang bertugas di desa-desa.

“Kalau kita lihat secara keseluruhan, dari 18 kecamatan, cakupannya masih sangat kecil. Harapan kami minimal 50 persen sasaran sudah tersentuh, tapi kenyataannya belum sampai ke sana,” tegasnya.

DP3AKB menilai rendahnya cakupan ini perlu segera dievaluasi secara serius. Untuk itu, pihaknya berencana menggelar pertemuan bersama Wakil Bupati Bima pada pekan depan. Pertemuan tersebut akan melibatkan seluruh pengurus Badan Gizi Nasional (BGN) di Kabupaten Bima guna membahas berbagai kendala teknis dan nonteknis yang menghambat percepatan penyaluran MBG.

“Kami ingin duduk bersama untuk memetakan persoalan, mulai dari distribusi, kesiapan wilayah, sampai koordinasi lintas sektor. Semua harus dibuka secara jujur agar program ini tidak jalan di tempat,” katanya.

Dalam evaluasi tersebut, DP3AKB menekankan pentingnya keberpihakan terhadap wilayah-wilayah terpencil dan sulit dijangkau. Menurut Nurdin, daerah-daerah inilah yang justru membutuhkan intervensi gizi secara lebih serius karena memiliki risiko kerentanan yang lebih tinggi.

“Harapan kami, wilayah terpencil dan desa-desa yang selama ini terlewat justru menjadi prioritas utama dalam penyaluran ke depan. Jangan sampai program ini hanya berputar di wilayah yang itu-itu saja,” pungkasnya. (hir)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -











VIDEO