Dompu (suarantb.com) – Pemerintah menutup ruang bagi pengangkatan honorer pasca pengangkatan honorer sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Di Kabupaten Dompu, ada 2.920 orang honorer yang mengabdi pada instansi pemerintah daerah dan tidak masuk diantara 5.545 formasi PPPK Paruh Waktu.
Tidak adanya ruang pengangkatan honorer, pemerintah harus mengabil kebijakan untuk tidak memperpanjang Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai. Kendati Keputusan ini menyakitkan setelah bertahun-tahun mengabdi, para honorer tidak punya kuasa. “Kita dapat informasi, para honorer akan demo besar-besaran pada 30–31 Desember ini untuk menuntut nasib,” ungkap Astrid, salah seorang honorer di Pemda Dompu, Selasa (23/12/2025).
Di antara tuntutan para honorer, kata Astrid, agar pemerintah daerah bisa menyiapkan skema lain bagi honorer yang memiliki skil dan kompetensi, serta rajin bekerja. Jika pun tidak, para honorer ini bisa disiapkan pelatihan ketrampilan kerja atau difasilitas lapangan kerja baru.
Hal itu dilakukan Pemerintah Lombok Barat dan Pemerintah Provinsi NTB. Sehingga para honorer yang tidak lagi bekerja di instansi pemerintah, bisa membuka lapangan usaha baru atau mencari tempat kerja baru setelah tidak lagi bekerja di instansi pemerintah.
Kendati demikian, Astrid mengaku, dirinya mulai menyiapkan diri untuk mengantisipasi jika benar – benar pemerintah tidak memperpanjang SK pengangkatannya sebagai honorer. Membuka usaha atau mencari lowongan kerja yang lebih menjanjikan. “Kita siap-siap aja,” katanya.
Astrid merupakan lulusan Sarjana Ilmu Komunikasi pada Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja tahun 2019. Usai menyelesaikan studi, sempat jadi freelance pada media online di Jogja dan kembali ke Dompu pasca Covid-19 tahun 2020. “Saya mulai diangkat sebagai honorer tahun 2021 sampai sekarang,” jelasnya.
Sebelumnya, Bupati Dompu, Bambang Firdaus, SE menyebut tidak akan memperpanjang SK pengangkatan honorer non data base BKN mulai Januari 2026. Kebijakan ini sebagai konsekwensi dari kebijakan nasional yang tidak membolehkan lagi pemerintah mengangkat dan menganggarkan honor bagi pegawai di luar PNS dan PPPK.
“Itu merupakan kebijakan secara nasional. Ndak berani kita lakukan di luar ketentuan. Mengakomodir (menjadi honorer) akan berimplikasi pada anggaran, tentu saja pertanggungjawaban,” katanya.
Secara pribadi, Bambang mengaku, cukup prihatin. Terlebih mereka selama ini sudah lama mengabdi bagi pemerintah daerah. Apalagi jumlah honorer non data base BKN dan tidak diakomodir dalam pengangkatan PPPK Paruh Waktu mencapai 2.920 orang. “Bupati ini punya keterbatasan ruang gerak, selain yang sudah diputuskan pusat,” katanya. (ula)

