Mataram (suarantb.com) – Anggota DPRD Provinsi NTB mendukung penuh program Desa Berdaya yang sudah diluncurkan Pemprov NTB. Program tersebut dinilai sebagai pendekatan yang tepat untuk mempercepat pengetesan kemiskinan ekstrem di wilayah pedesaan.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB, Sambirang Ahmadi, menilai konsep yang membagi pembangunan desa ke dalam kategori Desa Transformatif dan Desa Tematik merupakan pendekatan yang tepat dan relevan dengan kondisi riil desa-desa di NTB.
Dimana Desa Transformatif diperuntukkan bagi desa-desa yang masih masuk kategori miskin ekstrem. Berdasarkan data pemerintah daerah, terdapat 106 desa miskin ekstrem di NTB yang menjadi sasaran utama program tersebut. “Konsep ini sangat strategis dan perlu didorong pelaksanaannya secara serius,” ujarnya di Mataram.
Sementara itu, desa-desa yang tidak termasuk kategori miskin ekstrem akan ditangani melalui pendekatan Desa Tematik. Pola ini menyesuaikan program pembangunan dengan kebutuhan, potensi unggulan, serta kearifan lokal masing-masing desa.
“Ada desa yang difokuskan pada penguatan ketahanan pangan, ada yang sektor pariwisatanya, termasuk desa pesisir yang bisa didorong melalui pengembangan ekonomi biru. Namun karena keterbatasan fiskal, pada tahun 2026 pemerintah provinsi baru akan melakukan penanganan awal pada 40 desa,” ungkapnya.
Menurutnya, konsep Desa Berdaya akan memberikan dampak signifikan apabila dijalankan dengan komitmen kuat dan kolaborasi lintas pemerintahan. Ia menegaskan peran pemerintah provinsi sebagai orkestrator pembangunan desa.
“Provinsi tidak akan bisa sukses tanpa dukungan penuh dari 10 kabupaten/kota. Capaian provinsi adalah agregasi dari capaian seluruh daerah,” tegasnya.
Karena itu, Sambirang menekankan pentingnya penerapan good collaborative governance serta menghindari pola silo governance, di mana setiap instansi berjalan sendiri-sendiri tanpa integrasi program. Ia pun mendorong adanya pola koordinasi yang terstruktur agar penanganan desa-desa miskin ekstrem dapat berjalan lebih terarah dan berkelanjutan.
“Kalau program provinsi tidak inline dengan kabupaten/kota, tidak matching dan tidak saling memperkuat, targetnya bisa jadi tidak tercapai,” pungkasnya. (ndi)

