Oleh: Mastur (Anggota KPU Provinsi NTB)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang memiliki peran krusial dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Seperti yang termaktub pada Pasal 22E ayat (5) UUD NRI 1945, KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Mandat konstitusional KPU tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan tahapan pemilu, seperti pemungutan suara atau penghitungan hasil, tetapi juga mencakup kegiatan di luar periode pemilu atau yang dikenal sebagai kegiatan non-tahapan. Kegiatan ini menjadi fondasi penting untuk memastikan pemilu berjalan adil, transparan, dan partisipatif. Namun, sering kali kegiatan non-tahapan ini kurang mendapat perhatian, sehingga perlu diperkuat agar KPU dapat menjalankan mandat konstitusionalnya secara optimal.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), secara tegas mengurai tugas KPU secara rinci, termasuk aspek-aspek yang tidak terikat pada siklus pemilu periodik. Memperkuat kegiatan non-tahapan bukan hanya kewajiban administratif, melainkan bagian integral dari upaya membangun demokrasi substantif di Indonesia.
Apa Itu Kegiatan Non-Tahapan Pemilu? Kegiatan non-tahapan Pemilu merujuk pada aktivitas KPU yang dilakukan diluar jadwal resmi pemilu, seperti periode antara satu pemilu dengan pemilu berikutnya. Masa ini sering disebut sebagai “masa non-tahapan” atau “masa jeda pemilu”. Masa ini bukan berarti vakum tugas, melainkan kesempatan untuk mempersiapkan dan memperkuat fondasi demokrasi.
Berdasarkan UU Pemilu Pasal 12, tugas KPU mencakup elemen-elemen yang bersifat kontinu, seperti: Memutakhirkan data pemilih secara berkelanjutan (Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan atau PDPB). Melakukan pendidikan pemilih dan sosialisasi demokrasi. Melakukan penelitian, pengkajian, dan evaluasi terkait pemilu. Mengelola arsip dan dokumen kelembagaan. Dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) internal KPU.
Kegiatan ini bersifat tetap dan tidak tergantung pada tahapan pemilu, sehingga menjadi bagian dari sifat “tetap” KPU sebagaimana diamanatkan konstitusi. Tanpa kegiatan non-tahapan yang kuat, risiko seperti data pemilih yang tidak akurat atau rendahnya literasi demokrasi masyarakat bisa mengganggu integritas pemilu mendatang.
Pentingnya Memperkuat Kegiatan Non-Tahapan
Memperkuat kegiatan non-tahapan adalah esensi dari tugas konstitusional KPU untuk menjamin pemilu yang berkualitas. Di masa non-tahapan, KPU dapat fokus pada pencegahan masalah, bukan hanya penanganan saat pemilu berlangsung. Misalnya, Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan ( PDPB) melalui aplikasi SIDALIH yang terintegrasi dengan data Direktorat Jenderal Dukcapil memastikan daftar pemilih tetap valid dan transparan. Saat ini kegiatan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) masih berlangsung melalui metode Pencocokan Terbatas (Coktas) dan digelar rapat pleno rekapitulasi data pemilih hasil Coktas setiap triwulan.
Selain itu, pendidikan pemilih menjadi kunci untuk meningkatkan literasi demokrasi. Oleh sebab itu jajaran KPU sedang giat mengisi masa ini dengan sosialisasi di sekolah, universitas, komunitas, dan masyarakat adat, guna membangun kesadaran politik dan partisipasi masyarakat. Ikhtiar penguatan pada aspek ini, di yakini dapat meminimalisasi fenomena seperti golput atau manipulasi informasi yang semakin marak, yang pada akhirnya melemahkan legitimasi pemilu.
Dari perspektif konstitusional, penguatan ini selaras dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin UUD 1945. KPU sebagai lembaga mandiri harus proaktif merespons isu-isu kontemporer, seperti digitalisasi demokrasi, melalui kegiatan non-tahapan. Hal ini juga mendukung tujuan nasional untuk demokrasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Kegiatan Non-Tahapan dan Cara Memperkuatnya
Beberapa kegiatan non-tahapan yang telah dilakukan KPU meliputi: Pemutakhiran Data Pemilih: Dilakukan secara rutin untuk menghindari duplikasi atau data fiktif, menggunakan teknologi integrasi data. Pendidikan dan Sosialisasi: Kampanye literasi demokrasi dengan turun langsung ke sekolah, kampus, komunitas adat, kelompok rentan dan lain sebagainya.
Selanjutnya Pengembangan SDM: Pelatihan pegawai KPU untuk meningkatkan profesionalisme, termasuk monitoring kinerja. Inventarisasi Arsip: Pengelolaan dokumen digital melalui sistem seperti e-SPIP untuk transparansi dan akuntabilitas. Penelitian dan Evaluasi: Mengkaji pelaksanaan pemilu sebelumnya lewat kegiatan seminar, FGD dan dialog dengan akademisi, praktisi, NGO untuk perbaikan di masa depan. Penguatan Birokrasi: Evaluasi pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju predikat WBK dan WBBM dalam bingkai reformasi birokrasi, penguatan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) dan penguatan pelayanan publik yang berkualitas.
Untuk memperkuat kegiatan ini, KPU menerapkan strategi berikut: Kolaborasi dengan Pihak Lain: Bekerja sama dengan lembaga seperti Bawaslu, Kemendagri, atau organisasi masyarakat sipil untuk memperluas jangkauan sosialisasi. Inovasi Teknologi: Meningkatkan penggunaan AI dan big data untuk PDPB, serta platform digital untuk pendidikan pemilih.
Kemudian Anggaran yang Adekuat: Mengalokasikan dana khusus untuk non-tahapan dalam anggaran negara, agar tidak tergantung pada siklus pemilu. Monitoring dan Evaluasi Berkala: Melibatkan audit eksternal untuk memastikan efektivitas kegiatan. Respons terhadap Isu Aktual: Seperti menanggapi isu perubahan iklim atau digital divide dalam konteks demokrasi. Dengan demikian, KPU tidak hanya memenuhi mandat konstitusionalnya, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan demokrasi yang lebih matang.
Kesimpulan
Memperkuat kegiatan non-tahapan Pemilu adalah investasi jangka panjang bagi KPU dalam menjalankan mandat konstitusionalnya. Sebagai lembaga tetap dan mandiri, KPU harus memastikan bahwa masa jeda pemilu dimanfaatkan untuk membangun fondasi kuat, seperti literasi demokrasi dan data pemilih yang akurat. Dengan strategi yang tepat, KPU dapat menghindari kevakuman tugas dan terus mendukung kedaulatan rakyat. Pemerintah, masyarakat, dan stakeholders lainnya perlu mendukung upaya ini agar Indonesia memiliki sistem pemilu yang semakin berkualitas dan inklusif. Pada akhirnya, demokrasi bukan hanya tentang hari pemungutan suara, melainkan proses berkelanjutan yang dimulai dari kegiatan non-tahapan. (*)

