Mataram (suarantb.com) – Pemerintah Kota Mataram hingga kini belum memperoleh kepastian dari para ahli waris terkait pembebasan lahan untuk pembangunan Kantor Wali Kota di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela. Sambil menunggu kejelasan status kepemilikan lahan milik dr. Mawardi Hamry tersebut, Pemkot Mataram menyiapkan opsi alternatif berupa penyewaan lahan.
Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, H. Muhammad Ramayoga, menjelaskan bahwa meskipun belum ada kepastian dari pemilik lahan, pemerintah tetap melakukan penilaian (appraisal) terhadap dua bidang lahan yang akan dibebaskan. Salah satunya adalah lahan yang saat ini ditempati Toko Handphone Atlantis.
“Untuk lahan milik Pak Mawardi, status kepemilikannya harus clear terlebih dahulu. Namun, appraisal tetap kami lakukan. Proses jual beli bisa menyusul, sehingga untuk sementara kemungkinan akan kami sewa, seperti yang dilakukan pada toko buah,” ujarnya, Selasa (23/12/2025).
Ia mengatakan, mekanisme penyewaan lahan nantinya juga akan dihitung oleh tim appraisal. Hasil perhitungan tersebut akan menjadi dasar penentuan nilai sewa selama jangka waktu tertentu sebelum dilakukan pembayaran pembebasan lahan. Menurutnya, lahan milik dr. Mawardi Hamry memiliki sembilan orang ahli waris, sehingga seluruh pihak harus sepakat agar terdapat kepastian hukum.
Sementara itu, hasil appraisal terhadap lahan Toko Atlantis menunjukkan nilai sekitar Rp500 juta per are. Dengan luas lahan sekitar 6 are, total nilai pembebasan diperkirakan mencapai Rp3,5 miliar. “Untuk pembayarannya, Insyaallah direncanakan pada tahun 2026,” kata Yoga, sapaan akrabnya.
Adapun terkait nilai sewa lahan milik dr. Mawardi yang saat ini ditempati toko buah, pihaknya belum dapat memastikan nominalnya. Hal tersebut disebabkan belum adanya pertemuan dengan seluruh ahli waris.
Sebelumnya, dalam proses pembebasan lahan tersebut, Pemkot Mataram juga berencana melibatkan Kejaksaan untuk memberikan pendapat hukum (legal opinion) terkait penyelesaian permasalahan lahan. Pelibatan institusi Adhyaksa ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan menghindari potensi permasalahan hukum di kemudian hari.
Selain opsi penyewaan, Pemkot Mataram juga menyiapkan alternatif lain, yakni tetap melakukan pembebasan lahan dengan mekanisme penitipan pembayaran melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sembari menunggu kejelasan status kepemilikan lahan tersebut. (pan)

