Mataram (Suara NTB) – Kongres Advokat Indonesia (KAI) NTB melantik 34 calon pengacara baru. Pelantikan ini sekaligus mempersiapkan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang. Sekaligus, mendorong pembentukan pos bantuan hukum desa di NTB.
Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi NTB, Yudha Prawira Dilaga mengatakan saat ini telah terbentuk 100 pos bantuan hukum dari total target 1.166 desa di NTB. Dengan pelantikan 34 advokat baru ini, diharapkan mereka berperan dalam mendorong pembentukan pos bantuan hukum di NTB.
“Kami mengharapkan adanya sinergi dari rekan-rekan advokat untuk bisa memberikan edukasi pendidikan pelatihan dan bimbingan untuk masyarakat di desa atau memberikan pendidikan khusus terhadap kepala desa agar permasalahan hukum di tengah masyarakat tidak sampai ke ranah pengadilan. Karena kita tau berperkara di pengadilan memakan waktu dan tempat,” ujarnya, Sabtu, 27 Desember 2025.
Ketua Presidium DPP Kongres Advokat Indonesia, Adv. KP.H. Heru S. Notonegoro mengatakan, perubahan besar KUHAP membawa tanggung jawab besar bagi para advokat. Dengan ini, 34 advokat yang baru dilantik harus mampu menjawab tantangan perubahan sistem hukum nasional.
“Kita memasuki era baru. KUHAP yang baru membawa banyak perubahan, dan ini perlu disikapi dengan kesiapan, bukan kekhawatiran,” katanya.
Ia menjelaskan, sejak awal KAI telah aktif menyampaikan berbagai pokok pikiran dalam proses pembahasan KUHAP, sekaligus mempersiapkan anggotanya melalui seminar dan pelatihan agar mampu memahami substansi perubahan aturan tersebut. Salah satu fokus utama adalah pembekalan bagi advokat muda, tidak hanya dari sisi hukum acara, tetapi juga pengelolaan kantor hukum, etika profesi, hingga manajemen organisasi.
“Banyak advokat baru yang belum mendapatkan bekal bagaimana mengelola kantor hukum, mencari klien, menjaga keberlanjutan praktik, hingga membangun tim. Itu semua kami siapkan,” lanjutnya.
Terkait sejumlah pasal dalam KUHAP baru, termasuk pengakuan terhadap hukum adat dan mekanisme penyelesaian perkara, KAI menilai hal itu masih memerlukan aturan turunan agar tidak menimbulkan multitafsir. Namun demikian, para advokat diminta tidak perlu khawatir berlebihan.
“Semua itu masih akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Prinsipnya, tidak perlu cemas, karena prosesnya bertahap dan tetap menjunjung asas keadilan,” jelasnya.
Ia juga menekankan advokat memiliki posisi unik sebagai satu-satunya penegak hukum yang benar-benar independen, tidak berada di bawah struktur negara. Karena itu, kekuatan utama profesi advokat terletak pada solidaritas, integritas, dan komitmen moral anggotanya.
Menurutnya, kekompakan internal organisasi menjadi kunci agar profesi advokat semakin dihormati oleh aparat penegak hukum lainnya. Ia berharap, solidaritas yang terbangun di tubuh KAI, khususnya di NTB, mampu menjadi contoh bahwa advokat dapat berdiri sejajar dan berwibawa dalam sistem peradilan.
“Kalau kita solid, saling menjaga, dan menjunjung tinggi etika profesi, maka ke depan advokat akan semakin dihormati. Inilah harapan besar kami,” pungkasnya. (era)

