Giri Menang (Suara NTB) – Dari berbagai persoalan yang dibahas pada Rapat Koordinasi (Rakor) KPK dengan Pemkab Lombok Barat (Lobar), tidak ada menyampaikan soal kasus aset di Gerimax Indah, Kecamatan Narmada, tempat dibangunnya mall Lombok City Center (LCC) yang kini kondisinya mati. KPK pun mempertanyakan kenapa Pemkab tidak menyampaikan masalah LCC yang dinilai janggal dan aneh dari sisi Kerja Sama Operasional (KSO).
Dikonfirmasi usai Pertemuan Rakor dengan Pemkab, Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK RI, Dian Patria mengatakan, soal mall LCC yang dibangun di atas lahan Pemkab yang masuk menjadi bagian penyertaan modal ke PT Tripat seluas 8,7 hektar, tidak masuk dalam yang dibahas dan disampaikan Pemkab pada Rakor. “Saya baru dengar ini, tadi tidak ada pembicaraan soal ini,” tegasnya.
Begitu mendapat informasi masalah LCC, pihaknya pun meminta Pemda agar turun bersama ke LCC. “Saya minta Pemda, kita mampir (turun) ke LCC,” pungkasnya. Tim KPK pun turun didampingi Kepala Inspektorat, kepala Bapenda, pihak BPKAD dan Dirut PT Tripat.
Begitu sampai di mall, tim masuk ke bangunan mall yang tak ubahnya seperti rumah hantu, karena sepi. Tim KPK pun berdialog dengan OPD dan Dirut Tripat di lokasi. Dalam diskusi, KPK sempat menanyakan ke Bapenda soal pembayaran PBB LCC.
Pengakuan dari pihak pengelola LCC dan Bapenda pun berbeda, di mana Bapenda mengaku SPPT PBB sudah diblokir, sedangkan pihak LCC mengaku menerima SPPT dan membayar pajak ke Pemkab. Di mana tiap tahun pihak LCC menerima SPPT dan bayar PBB. Termasuk tahun ini sudah diterima (SPPT), namun PBB belum dibayar.
Pihak KPK pun menanyakan soal berapa PBB LCC, namun tidak bisa diberikan oleh Pemkab. “Mestinya Pemda yang menyajikan data ini, tapi (Ndak ada) ya sudah, tapi yakin bayar ya, tapi Pemda merasa terima?,” kata Kasatgas Direktorat Korsup Wilayah V KPK RI, Dian Patria.
Pihak Bapenda pun kembali menjawab bahwa PBB diterima tahun sebelumnya, namun untuk tahun ini belum dicek. Hal ini pun sempat menjadi perhatian. “Nah ini kok beda keterangan,” katanya.
Lebih lanjut diskusi soal aset dan sertifikat lahan hingga menyangkut KSO. Menurutnya, dari diskusi dan setelah melihat KSO tersebut beberapa hal yang janggal. Di antaranya kontrak atau KSO tidak ada masanya atau tidak ada batas waktu.
“Ini aneh dan janggal, jangka waktu perjanjian di pasal 5, kerjasama dalam jangka waktu tidak tertentu. Dan kok bisa sertifikat dipegang dan diagunkan ke bank,” katanya merasa aneh. Menurutnya aneh, KSO ini tidak tentu jangka waktunya tidak terhingga. Namun didalam klausul lain, disebut pihak kedua boleh menjaminkan bangunan kepada pihak lain.
Yang janggal lagi, pihak perusahaan daerah tidak menerima bagi hasil dari pihak PT Bliss selama kerjasama berlangsung. Setelah dicek ke dokumen KSO, tidak ada secara implisit disebutkan bahwa sertifikat boleh diagunkan.
“Kalau kami menyarankan buat laporan kehilangan sertifikat, karena di kerjasama tidak ada diagunkan,” tegasnya kembali. Pihaknya pun sangat menyayangkan, aset lahan seluas dan strategis ini terbengkalai tak memberi pemasukan ke Daerah.
Ia pun mengingatkan dari sisi pencegahan agar jangan sampai ada Mens rea atau perbuatan pidana, dan jangan sampai niat jahat di sini. “Saya selalu mengatakan, karena kami di pencegahan, jangan sampai diingatkan, kedaluwarsa tindak pidana korupsi itu 18 tahun, ditemukan dua alat bukti yang cukup masih bisa di 18 tahun kemudian diutak-atik (diusut),” tegasnya.
Pj Sekda Lobar, H. Fauzan Husniadi meluruskan bahwa Pemkab tidak menutupi persoalan aset LCC. Ia beralasan waktu terbatas, sehingga belum sempat disampaikan secara khusus ke tim KPK. “Tadi kan waktunya terbatas, Beliau (KPK) minta rekap semua, sudah dipegang semua (termasuk LCC), kata Fuazan. Pihak Pemkab tidak menutupi itu, dengan alasan tahun politik. “Kalau kami tidak ada kepentingan politik, kami selesaikan masalah ini,”tegasnya kembali. (her)