spot_img
Sabtu, Desember 14, 2024
spot_img
BerandaNTBKrisis Air Bersih di Gili Trawangan dan MenoHotel Merugi, Komisi II Minta...

Krisis Air Bersih di Gili Trawangan dan MenoHotel Merugi, Komisi II Minta Pemerintah Pusat Turun Tangan

Tanjung (Suara NTB)- Krisis air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno berdampak sangat signifikan terhadap sektor pariwisata dan masyarakat. Dalam hitungan hari sejak suplai diputus, hotel-hotel terancam merugi sampai ratusan juta rupiah per hari.

‘’Jika restoran saya tutup kerugian bisa mencapai Rp 100 juta per hari. Sejauh ini sekitar 10 restoran telah tutup, sementara hotel-hotel masih dapat beroperasi karena memiliki tandon air,” aku salah seorang Manajer Hotel, Elva, kepada wartawan.

Usai menghadiri hearing di DPRD KLU, Elva, menegaskan beberapa manajemen hotel dan restoran telah memutuskan untuk tidak beroperasi sejak minggu lalu. Bahkan sebagian karyawan yang dipekerjakan, harus dirumahkan untuk sementara.

Hal senada ditegaskan Ketua Gili Hotel’s Association (GHA), Lalu Kusnawan. Ia mengakui, angka kerugian sektor pariwisata khususnya perhotelan mencapai miliaran rupiah per hari. Pasalnya, kondisi saat ini, sedang mengalami kunjungan puncak (high season).

“Pariwisata Trawangan menjadi taruhan, pemerintah harus segera mencari solusi.” “Menyangkut kerugian bisa dikalikan sendiri. Rp 3,5 juta dikali 2000 sampai 2.500 pengunjung itu hitungan minimal,” tegasnya.

Menurut dia, pengusaha saat ini sedang terpuruk akibat tidak jelasnya pemenuhan Standar Pelayanan Minimal air bersih. Tidak adanya air sebagai kebutuhan dasar, berdampak langsung pada kualitas pelayanan perhotelan kepada wisatawan.

“Jika pasokan air tidak kembali normal, pengusaha sepakat untuk menghentikan operasional dan meminta tamu-tamu mereka untuk check out dan kembali ke Bali,” cetusnya.

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD KLU, Hakamah, SH., meyakini persoalan air bersih Gili Trawangan tidak akan mampu diatasi oleh Pemda. Pemda tidak memiliki kewenangan untuk memerintah PSDKP Benoa – Kementerian Kelautan dan Perikanan – membuka kembali kran suplai pascatemuan operasional ilegal investor.

“Masalah yang dihadapi ini tidak saja berat, tetapi sangat tergantung pada kebijakan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tegasnya.

Politisi Gerindra DPRD KLU ini, melihat, Pemda melalui OPD teknis tidak betul-betul mengawasi proses pengendalian lingkungan investor. Pun demikian terhadap jalannya invetasi, penjualan tanpa izin KKP, dapat diklaim sebagai kekeliruan yang menyalahi ketentuan.

‘’Dimana-mana, investasi berjalan setelah ada izin operasional. Celakanya di sini, PDAM juga tidak tahu kalau air yang mereka jual justru belum mengantongi izin.’’

‘’Inilah mengapa saya katakan, pemerintah pusat harus turun tangan. Pemda terbatas mengusulkan supaya distribusi dibuka, tetapi dengan fakta adanya potensi pelanggaran di awal, justru komitmen Pemda menjadi pertanyaan,’’ tandasnya. (ari)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO