spot_img
Kamis, Desember 5, 2024
spot_img
BerandaNTBRakor Pengendalian Inflasi, Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD NTB di Atas...

Rakor Pengendalian Inflasi, Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD NTB di Atas Rata-rata Nasional

Mataram (Suara NTB) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, persentase realisasi pendapatan serta realisasi belanja APBD Provinsi NTB di atas rata-rata nasional yaitu 56,96 persen untuk sektor pendapatan per tanggal 16 Agustus 2024. Provinsi NTB berada di urutan ke 13 dari seluruh provinsi di Indonesia dalam hal realisasi pendapatan APBD tingkat provinsi.

Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi yang berlangsung secara hibrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024. Rapat dipimpin oleh Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir. Sementara Pj Gubernur NTB Hassanudin diwakili oleh Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma, MH, Kepala Dinas Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB dan diikuti oleh sejumlah staf dari OPD yang lainnya.

Tomsi Tohir. (Suara NTB/ist)

Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir mengatakan, persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi tertinggi yaitu Bali dengan 69,60 persen, disusul DI Yogyakarta 69,44 persen, dan Kalimantan Timur 65,73. Adapun persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi terendah yaitu Provinsi Papua sebesar 35,77 persen.

“Kami meminta agar pemda memperhatikan realisasi pendapatan ini. Kalau realisasi pendapatannya rendah maka nanti belanjanya nanti akan kesulitan, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan Pilkada. Kami minta provinsi-provinsi yang realisasinya rendah agar diperhatikan,” kata Tomsi Tohir.

Sementara di tingkat kabupaten/kota di NTB terlihat tak ada kabupaten/kota yang realisasi pendapatan APBDnya terlampau rendah. Justru Kota Mataram termasuk dalam 20 besar Kota di Indonesia dengan realisasi pendapatan APBD yang tertinggi dengan angka 59,45 persen.

“Kami berharap upaya realisasi pendapatan ini betul-betul bisa dicek kembali oleh kepada daerah dan targetnya diupayakan semaksimal mungkin bisa terpenuhi,” imbuhnya.

Sementara itu di sektor realisasi belanja daerah, Provinsi NTB tergolong cukup tinggi yaitu dengan persentase 53,71 persen. Angka ini berada di posisi ke sembilan setelah Provinsi Jawa Barat, Bali, Banten, Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Tomsi menekankan agar sektor belanja daerah dioptimalkan untuk membantu perputaran uang di dalam daerah.

“Belanja daerah mempengaruhi perputaran uang di provinsi dan kabupaten/kota,” katanya.

Selain yang berkaitan dengan persentase realisasi pendapatan serta realisasi belanja, Tomsi Tohir, Badan Pusat Statistik (BPS) serta narasumber yang lainnya juga membahas terkait dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) serta bagaimana agar inflasi tetap terjaga di bulan Agustus ini.

Pemprov NTB sendiri menyatakan akan terus berupaya menjaga laju inflasi daerah agar tetap terkendali di rentang angka yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat tahun 2024 yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka inflasi NTB bulan Juli 2024 yang sebesar 1,91 persen. Angka Inflasi Provinsi NTB masih terkendali dan lebih rendah dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,13 persen.

Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB H. Wirajaya Kusuma MH mengatakan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indeks Perkembangan Harga (IPH) Provinsi NTB di minggu ketiga bulan Agustus 2024 sebesar minus 0,29 persen.

Pemda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menjadi kabupaten dengan IPH tertinggi di NTB yaitu sebesar 2,97 persen. Namun demikian, angka ini turun dari IPH minggu kedua kemarin yang berada di angka 3,17 persen. Biro Perekonomian Setda NTB sendiri telah melakukan koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 10 kabupaten/kota termasuk KSB untuk menurunkan IPH yang menjadi proxy inflasi tersebut.

Wirajaya mengaku pihaknya terus mencermati aspek ketersediaan stok dan keterjangkauan harga komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Biro Perekonomian dan TPID berupaya menganalisa apa yang menyebabkan terjadi kenaikan harga berbagai komoditas tersebut.

Oleh karenya itu, menjadi sangat penting pisau analisis yang diterapkan yaitu bagaimana penerapan strategi 4 K meliputi ketersediaan stok, kelancaran distribusi rantai pasok, keterjangkauan harga dan komunikasi yang efektif).

“Sehingga kita harapkan kedepan angka inflasi di NTB tetap terkendali sesuai dengan target nasional yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen,” katanya. (ris)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO