Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si – Kepala Bappeda Provinsi NTB
Serial 5 : NTB EMAS 2045 – Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi NTB Tahun 2025-2045
Visi pembangunan jangka panjang di Provinsi NTB adalah mewujudkan NTB Provinsi Kepulauan yang Maju, Kuat, Aman Berkelanjutan dan Sejahtera, dikenal sebagai Visi NTB Emas 2045. Visi ini menggambarkan cita-cita kita di NTB dengan karakteristik Ekonomi Maju; Manusia yang Kuat; lingkungan sosial yang Aman dan lingkungan alam atau ekosistemnya Berkelanjutan; serta masyarakat yang Sejahtera kehidupannya. Dalam konteks kesejahteraan, Provinsi NTB yang Sejahtera mencerminkan sebuah wilayah yang adil, makmur, merata, dan diberkahi (Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur), ditandai masyarakatnya memiliki tingkat kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang rendah, serta ketahanan pangan yang tinggi. Kesejahteraan ekonomi yang tinggi di NTB ditandai dengan distribusi pendapatan yang adil dan kualitas hidup masyarakat yang semakin baik. Kehidupan masyarakat yang sejahtera adalah kehidupan yang seimbang antara aspek material dan spiritual, dengan perhatian khusus pada kesehatan mental yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, etika, dan moral yang kuat. Masyarakat yang harmonis dan toleran tercermin dalam kekuatan ikatan sosial dan semangat gotong royong yang mengakar.
Kesejahteraan sosial di Provinsi NTB mencakup seluruh lapisan masyarakat, dengan akses yang merata terhadap pelayanan kesehatan yang terjangkau, pendidikan berkualitas, serta perlindungan sosial bagi kelompok rentan, masyarakat miskin, penyandang disabilitas, dan lanjut usia. Masyarakat NTB yang Sejahtera hidup dalam lingkungan yang lestari dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Mereka menikmati kualitas hidup yang lebih baik, lingkungan yang sehat dan bebas polusi, hak atas rasa aman, keselamatan dan kenyamanan. Sejalan dengan kesempatan, keadilan, dan kesetaraan untuk berkembang dan maju. Masyarakat yang sejahtera di NTB hidup di kota dan desa yang bersih, hijau, asri, dan nyaman, dengan infrastruktur perkotaan dan pedesaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di sektor transportasi, perumahan permukiman, pengelolaan persampahan, energi dan kelistrikan, sumber daya air, serta telekomunikasi yang modern dan inklusif.
Gambaran kondisi kemiskinan di Provinsi NTB sampai dengan tahun 2024 menunjukkan bahwa terjadi perbaikan kesejahteraan yang diindikasikan dengan penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 sebesar 12,91% atau menurun dari angka 14,56% pada bulan yang sama pada tahun 2019. Namun, selama kurun waktu 2022-2023, terjadi peningkatan angka kemiskinan yaitu dari 13,68% pada tahun 2022 menjadi 13,85% pada tahun 2023. Data BPS menggambarkan Garis Kemiskinan (GK) mencapai Rp. 534.703,- pada bulan Maret 2024. Garis Kemiskinan dari Makanan (GKM) berkontribusi sangat tinggi, mencapai 75,68% pada angka Garis Kemiskinan, jika dibandingkan dengan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Garis kemiskinan ini menjadi nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak masuk dalam kategori penduduk miskin. Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan yang menurun sebesar 0,94% poin selama kurun waktu Maret 2023-Maret 2024, yaitu penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP), laju inflasi yang relatif terkendali, peningkatan konsumsi rumah tangga, dan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) yang mencapai 98,15% pada April 2024 yang membantu mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin.
Selanjutnya, tingkat ketimpangan pendapatan yang ditunjukkan dengan rasio gini, menunjukkan peningkatan 0,013 poin, berdasarkan perubahan rasio gini pada bulan September 2019 sebesar 0,374 menjadi sebesar 0,361 pada bulan Maret 2024. Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,34 %. Hal ini menggambarkan pengeluaran penduduk pada Maret 2023 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan mencapai 17,21%, termasuk kategori ketimpangan rendah. Untuk daerah perdesaan, tingkat ketimpangan mencapai 19,91%, termasuk kategori ketimpangan rendah. Rasio gini NTB pada Maret 2024 di tingkat Provinsi NTB sebesar 0,361 lebih rendah jika dibandingkan dengan Gini Ratio Nasional yaitu sebesar 0,379.
Angka tingkat pengangguran terbuka memberikan gambaran penting untuk merencanakan kebijakan ekonomi dan sosial yang efektif untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat pengangguran ini adalah persentase dari jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja, tetapi aktif mencari pekerjaan dalam populasi usia kerja di daerah. TPT Agustus 2023 sebesar 2,80%, turun 0,09 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2022, yang berada jauh di bawah TPT nasional sebesar 5,32%. Capaian ini menjadikan Provinsi NTB adalah daerah dengan tingkat pengangguran terbuka terendah keempat di Indonesia. Untuk TPT di kabupaten/kota se-NTB selama kurun waktu 2019-2023, Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat menjadi daerah dengan TPT tertinggi, sedangkan Kabupaten Lombok Utara menjadi daerah dengan TPT terendah. Rendahnya angka TPT di NTB masih belum berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara signifikan.
Nilai Tukar Petani (NTP) menjadi acuan untuk mengukur kesejahteraan petani di Provinsi NTB Desember 2023 tercatat sebesar 122,81 poin atau mengalami kenaikan sebesar 1,40 persen dari November 2023. Kenaikan NTP dikarenakan kenaikan Indeks Harga yang Diterima petani (It) sebesar 1,87 persen lebih tinggi dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,47 persen. Data BPS menggambarkan Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian Tahun 2023 Tahap I Provinsi NTB menggambarkan terjadi kenaikan pada jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP), jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP), jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum (UPB), dan jumlah usaha pertanian lainnya, dibandingkan hasil ST2013 di Provinsi NTB. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Provinsi NTB sebanyak 756.168 rumah tangga. Jumlah usaha pertanian hasil ST2023 di Provinsi NTB sebanyak 769.283 unit yang terdiri atas 768.765 Usaha Pertanian Perorangan (UTP), 144 Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan 374 Usaha Pertanian Lainnya (UTL). Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) di Provinsi NTB sebanyak 144 unit, naik 171,70 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 53 unit. Rasio Usaha Pertanian Perorangan (UTP) di Provinsi NTB terhadap Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) sebesar 1,02, turun 0,03 poin dari tahun 2013 yang sebesar 1,05. Jumlah Usaha Pertanian Lainnya (UTL) di Provinsi NTB tahun 2023 sebanyak 374 unit, naik 240,00 % dari tahun 2013. Hal yang menarik adalah jumlah petani milenial yang berumur 19–39 tahun sebanyak 225.483 orang, atau sekitar 30,37% dari petani di NTB. Komoditas terbanyak yaitu padi sawah inbrida, sapi potong, jagung hibrida, ayam kampung biasa, tembakau, kelapa, kambing potong, kacang tanah, cabai rawit, dan pisang kepok. Dilanjutkan dengan Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian Tahun 2023 Tahap II yang menggambarkan jumlah usaha pertanian secara umum dan data rinci terkait Usaha Pertanian Perorangan (UTP). Data dan informasi yang menampilkan demografi pengelola usaha pertanian, lahan pertanian, penggunaan pupuk, serta komoditas pertanian. Kebijakan transformasi sektor pertanian menjadi elemen penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian sumber daya alam potensial untuk pembangunan berkelanjutan di Provinsi NTB. Implementasi kebijakan sektor pertanian memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, di tingkat pusat dan daerah, melibatkan para petani, asosiasi pertanian, Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), akademisi, dan komunitas masyarakat.
Kssejahteraan nelayan jugaNilai Tukar Nelayan (NTN) menggambarkan ukuran tingkat kesejahteraan nelayan dengan membandingkan harga yang diterima nelayan terhadap indeks harga yang dibayar nelayan.NTN menunjukkan kemampuan daya beli dan kesejahteraan nelayan. Tahun 2023, NTN Provinsi NTB mencapai 114,04, lebih tinggi dari angka nasional yang mencapai 105,40. Namun, kualitas kehidupan nelayan masih memerlukan perhatian serius dalam kebijakan pengembangan Provinsi NTB sebagai Provinsi Kepulauan dan desain program pengembangan agromaritim,perikanan dan kelautan yang potensial di Provinsi NTB.
Pengendalian laju inflasi diperlukan untuk menjamin stabilitas harga dan mengurangi dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selama kurun waktu 2019-2023, tingkat inflasi di NTB relatif terkendali dengan rentang 0,6-3,02%, kecuali pada tahun 2022 yaitu sebesar 6,23%, yang menjadikan tingkat inflasi tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Capaian inflasi NTB selama periode tersebut menunjukkan angka rerata di atas tingkat inflasi nasional, walaupun tidak terlampau jauh. Mewujudkan pengendalian inflasi dilaksanakan melalui pengetatan kebijakan moneter pusat dan daerah, penguatan nilai tukar petani, stabilisasi harga bahan pokok makanan dan komoditas pangan, pengendalian tarif logistik, dan penyaluran program bantuan sosial. Inflasi terjadi akibat dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Mineral (BBM) yang menyebabkan kenaikan tarif pada beberapa moda transportasi seperti pesawat, kendaraan bus, dan kapal penyeberangan, serta ketika terdapat event-event atau perayaan keagamaan seperti yang pada saat pelaksanaan MotoGP, puasa di Bulan Ramadan/Idul Fitri dan Natal/Tahun Baru dan perayaan lainnya. Inflasi ini umumnya terjadi pada kelompok makanan dan minuman.
Kesejahteraan sosial budaya digambarkan dalam kondisi keluarga yang sehat, kualitas keluarga, kualitas anak, dan pembangunan kebudayaan. Keluarga Sehat merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk mengukur kesehatan masyarakat. Tahun 2023, Indeks Keluarga Sehat (IKS) di Provinsi NTB mencapai 0,175 atau tercatat sebanyak 227.938 keluarga dari 1.299.162 yang ada termasuk dalam kategori keluarga sehat. Indikator keluarga sehat yang perlu mendapat perhatian adalah indikator-indikator terkait penyakit menular dan tidak menular karena capainnya masih dibawah 50%.
Selain itu, Indeks Kualitas Keluarga (IKK) di Provinsi NTB menunjukkan peningkatan dari Tahun 2020-2022 yaitu dari angka 69,84 di Tahun 2020 menjadi 77,38 di tahun 2022. Namun IKK tersebut masih di bawah IKK Nasional. Untuk meningkatkan IKK di Provinsi NTB diperlukan terobosan kebijakan unggulan dan implementasi yang tepat sasaran. Selanjutnya, kualitas anak bertujuan untuk investasi dan intervensi yang tepat, untuk memastikan setiap anak akan memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang sejahtera 20 tahun mendatang. Angka Indeks Perlindungan Anak dan Indeks Pemenuhan Hak Anak di NTB belum cukup baik, Indeks Perlindungan Anak menunjukkan angka yang semakin menurun, dari 61,84 di Tahun 2019 menjadi 58,92 di Tahun 2022. Indeks Pemenuhan Hak Anak dari angka 60,33 di Tahun 2019 menjadi 56,94 di Tahun 2022.
Pembangunan kebudayaan bertujuan untuk pemajuan kebudayaan dalam perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Nilai Indeks Pembangunan Kebudayaan di Provinsi NTB mencapai 57.37 pada tahun 2023, lebih tinggi dari angka nasional sebesar 57.13. Kemajuan signifikan dalam pembangunan kebudayaan mendukung upaya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa, identitas daerah, dan mengembangkan ekonomi kreatif dan industri kreatif di Provinsi NTB.
Selanjutnya, Sasaran pertama dalam kerangka membangun NTB Sejahtera adalah melalui peningkatan produktivitas ekonomi daerah, penurunan tingkat kemiskinan dan ketimpangan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan produktivitas ekonomi daerah dan pendapatan per kapita, mendukung pencapaian sasaran visi nasional dalam meningkatkan pendapatan per kapita setara negara maju yang ditunjukkan dengan PDRB per kapita mencapai sekitar 241,48 – 275,57 juta rupiah pada tahun 2045. Upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan per kapita terutama didorong oleh peningkatan pembangunan sektor industri, pertanian, perikanan dan kelautan. Pembangunan sektor tersebut ditunjukkan dengan pencapaian indikator kontribusi PDB industri pengolahan sebesar 18,95 – 21,27 persen, dan Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI) sebesar 210,58 pada tahun 2045.
Sasaran kedua untuk membangun NTB yang Sejahtera adalah penurunan kemiskinan dan ketimpangan, mendukung pencapaian sasaran visi nasional menuju kemiskinan 0 persen dan ketimpangan yang berkurang. Sejalan dengan meningkatnya pendapatan per kapita, maka diharapkan kemiskinan dan ketimpangan akan semakin menurun. Sasaran ini ditunjukkan dengan indikator tingkat kemiskinan yang semakin menurun pada kisaran 0,05 – 0,55 persen, rasio gini yang semakin rendah berkisar antara 0,307 – 0,351 pada tahun 2045. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, mendukung pencapaian sasaran nasional daya saing sumber daya manusia yang meningkat.
Sasaran selanjutnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia secara merata melalui peningkatan pendidikan, pelatihan dan pengembangan, sikap dan etos kerja, penguasaan teknologi, inovasi dan kreatifitas serta kesehatan. Sasaran tersebut diukur dengan Indeks Modal Manusia (IMM) dari 0,53 tahun 2025 menjadi 0,75 pada tahun 2045. Dalam membangun NTB yang Sejahtera, implementasi konsep transformasi sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi tata kelola. Pembangunan kesejahteraan untuk menurunkan kemiskinan dan ketimpangan serta perluasan lapangan kerja.
Untuk mendukung terwujudnya masyarakat NTB yang sejahtera, strategi yang penting adalah mengembangkan sarana prasarana pelayanan dasar yang berkualitas dan ramah lingkungan. Dukungan ini merupakan investasi masa depan yang krusial untuk menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengembangan sarana prasarana ini perlu fokus pada pengembangan perumahan dan permukiman, air minum yang aman, sanitasi yang baik dan pengelolaan persampahan secara terpadu, dengan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif.
Visi NTB EMAS 2045 – NTB Provinsi Kepulauan yang Maju, Kuat, Aman Berkelanjutan, dan Sejahtera dapat terwujud pada tahun 2045.