Mataram (Suara NTB) – Pendapatan pedagang kaki lima (PKL) terutama di kawasan bisnis Cakranegara, cukup fantastis. Rata-rata omset mereka mencapai jutaan rupiah per hari atau menyamai rumah makan. Namun, Pemkot Mataram tidak mengenakan pajak dengan berbagai pertimbangan.
Pertimbangan mendasar seperti disebutkan Kepala Bidang Pelayanan, Penyuluhan dan Penagihan Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, Ahmad Amrin ditemui akhir pekan kemarin di antaranya, belum adanya pengaturan pedagang kaki lima, penanggungjawab, izin dan lain sebagainya. Dengan kondisi seperti saat ini, pihaknya tidak bisa menarik pajak karena pedagang menganggap diri masih liar. “Termasuk zonasi dan klasternya seperti apa. Hal ini penting supaya adil,” terangnya.
Dijelaskan Amrin, penetapan wajib pajak harus memenuhi komponen seperti penanggungjawab jelas, lokasi dan jenis barang yang dijual sebagai dasar menetapkan nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD). Jika keberadaan PKL jelas maka mudah dilakukan pendataan. “Sekarang ini mereka tidak terdata. Banyak yang mengklaim kalau mereka masih di lokasi itu. Ketidakjelasan ini jadi kendala kita,” ujarnya.
Pihaknya sendiri tidak berpangku tangan terhadap potensi pendapatan asli daerah dari aktivitas pedagang kaki lima tersebut. Pendataan dan wawancara dilakukan satu persatu untuk mengumpulkan data. Walaupun pendataan sebelumnya potensi PAD bisa diperoleh pemerintah mencapai Rp1 miliar lebih.
Lagi-lagi kata Amrin, PKL juga mengklaim terlalu banyak pungutan yang dikeluarkan di kawasan tersebut. “Mereka juga banyak pungutan. Kita tidak mau bentrok dengan itu,” terangnya.
Organisasi perangkat daerah (OPD) teknis didorong untuk melakukan penataan terhadap PKL di Kota Mataram, sehingga potensi pendapatan asli daerah (PAD) bisa dioptimalkan serta pedagang terhindar dari pungutan-pungutan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perdagangan Kota Mataram, Uun Pujianto mengatakan, penarikan pajak maupun retribusi terhadap PKL belum bisa diterapkan karena masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Walaupun diakui, potensi pendapatan asli daerah dari PKL sangat besar tetapi payung hukumnya harus jelas sebagai acuan. “Perda memang sudah ada, tetapi kita butuh petunjuk teknisnya,” tambahnya.
Pihaknya juga mempertimbangkan apabila pajak atau retribusi ditarik maka pedagang menganggap keberadaan mereka dilegalkan oleh pemerintah. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap semrawutnya kawasan di Kota Mataram. Regulasi ini perlu bertahap diimplementasikan terutama PKL yang disiapkan fasilitasnya oleh pemerintah. (cem)