Mataram (Suara NTB) – Perundungan atau bullying di lingkungan sekolah ibarat fenomena gunung es. Kasus ini harus dicegah karena berisiko terhadap psikologi hingga anak bisa nekat melakukan aksi bunuh diri.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, Dra. Hj. Dewi Mardiana Ariany ditemui Senin 7 oktober 2024 menerangkan, kasus perundungan atau bullying di sekolah menjadi bagian yang diperhatikan selain kasus kekerasaan seksual pada anak. Karena itu, hampir 90 persen sekolah di Kota Mataram telah membentuk tim pencegahan kekerasaan sebagai upaya mitigasi. “Kita mau bentuk tim pencegahan kekerasaan in di 25 sekolah dulu. Sekarang ini baru empat sekolah,” terangnya.
Tim pencegahan anti kekerasaan dibentuk sebagai komitmen bersama serta tindak lanjut dari Peraturan Kementerian Pendidikan,Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan kekerasaan di lingkungan satuan pendidikan. Peraturan itu menyangkut penanganan kekerasaan baik fisik, verbal, pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan sekolah.
Dewi menegaskan, perundungan terjadi disebabkan adanya relasi kuasa antar guru dan murid atau murid dengan murid. Jika perundungan dialami berulang oleh anak berisiko pada psikologi serta mengakibatkan anak bunuh diri. “Kalau bullying-nya keras dan berulang-ulang bisa beresiko anak melakukan bunuh diri,” jelasnya.
Pendidik maupun tenaga pendidik di sekolah harus mengawasi aktifitas murid mereka selama di sekolah. Salah satu caranya adalah memasang kamera pengawas secara bertahap. Di satu sisi, pihaknya juga turun ke sekolah-sekolah mensosialisasikan undang-undang tindak pidana kekerasaan seksual serta perundungan. Sosialisasi diprioritaskan di sekolah pinggiran di Kota Mataram.
Ketua Lembagan Perlindungan Anak Kota Mataram, Joko Jumadi menyebutkan, empat kasus perundungan ditangani pada periode Januari-September 2024. Korban maupun pelakunya adalah siswa jenjang pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Perundungan dilakukan oleh senior atau kakak kelas dan teman sekelas korban. ‘’Ada juga dengan teman kelas korban yang menjadi pelaku perundungan,’’ terangnya.
Penyebab utama anak menjadi korban maupun pelaku bullying sebenarnya rasa percaya diri rendah. Rasa percaya diri rendah dibentuk di rumah dari sisi pengasuhan orang tua di rumah. Sebab, anak sejak awal sudah merasa rendah diri menyebabkan terjadi di sekolah.
Joko membenarkan, perundungan adalah salah satu dosa besar di dunia pendidikan. Fenomena ini disebabkan sekolah sampai saat ini, tidak bisa membuat lingkungan anak-anak bebas dari perundungan.
Selain itu, orang tua harus menerapkan disiplin positif pada anak bukan mengedepankan kekerasaan. Paradigma orang tua dan guru bahwa mendidik anak agar didisiplin dengan cara hukuman. “Pemahaman ini yang masih terjadi dan terus ditemukan,” sesalnya.
Pencegahan semestinya dilakukan melalui pola integrasi dan kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam konteks pengasuhan. Artinya, wali murid juga memiliki peran berpartisipasi dalam proses pendidikan, tetapi di sisi lain sekolah juga harus masuk dalam konteks parenting. Hal ini harus dilakukan secara integratif, meskipun menjadi pekerjaan rumah yang berat. (cem)