Mataram (Suara NTB) – Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat mengatakan enam mahasiswa tersangka perusak gerbang DPRD NTB masih memiliki peluang untuk bebas. Ia mengatakan asalkan mahasiswa tersebut kooperatif saat diperiksa, dan memberikan keterangan dengan sejelas-jelasnya, bisa menjadi pertimbangan kepolisian untuk membebaskan enam tersangka tersebut.
“Peluang itu ada. Tetap kooperatif, dengan sejujurnya, sebenarnya. Ya mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan kita juga,” ujarnya setelah acara penandatanganan naskah kerja sama KPU dan Polda NTB, Jumat, 18 Oktober 2024.
Per hari ini, enam mahasiswa tersangka perusak gerbang DPRD NTB diperiksa perdana oleh Ditreskrimum Polda NTB. Syarif menyatakan, sebenarnya ada delapan tersangka dalam kasus ini, namun dua orang lainnya masih diidentifikasi, meski demikian, polisi telah mengantongi identitas kedua tersangka tersebut.
“Hari ini pemanggilan pertama sebagai tersangka, sebenarnya ada delapan. Dua masih kita identifikasi, karena yang dua masih kita cari tahu identitasnya. Tapi ciri orangnya sudah kita ketahui,” lanjutnya.
Menurutnya, meski mahasiswa mengklaim ada ketidaksengajaan pengrusakan gerbang bagian selatan DPRD NTB tersebut. Namun, ditemukan ada unsur tindak pidana yang dilakukan oleh para mahasiswa pada aksi tanggal 23 Agustus 2024 lalu.
“Kita lihat sudah melakukan serangkaian Penyelidikan, kami meyakini ada unsur tindak pidana makanya naik ke tahap penyidikan, terus Kuta lakukan pemanggilan dan penetapan tersangka,” sambungnya.
Saat ditanya apakah tersangka mahasiswa ini akan melanjutkan pendidikan. Syarif mengaku pihaknya belum mengetahui hal tersebut,arena kasus pengrusakan ini merupakan delik aduan, sehingga satu-satunya cara membebaskan mahasiswa adalah dengan dicabutnya laporan tersebut oleh DPRD NTB.
Adapun terkait dengan adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa kepada Polwan yang berjaga saat aksi dua bulan lalu, Syarif mengatakan belum cukup bukti untuk menyatakan mahasiswa melakukan pelecehan. Pasalnya, aksi 23 Agustus lalu sangat ramai dan ricuh, sehingga terjadi aksi dorong-dorongan antara massa dan polisi.
“Samar. Tidak pasti melakukan, daripada salah menuduh orang, mempidanakan orang, lebih baik kita menahan diri mencari bukti lain yang lebih menguatkan,” pungkasnya. (era)