spot_img
Rabu, November 6, 2024
spot_img
BerandaNTBHingga Oktober 2024, DP3AP2KB NTB Tangani 68 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan...

Hingga Oktober 2024, DP3AP2KB NTB Tangani 68 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Mataram (Suara NTB) – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, Dra. Nunung Triningsih, MM., mengungkapkan terdapat 68 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang ditangani oleh pihaknya selama 10 bulan terakhir.

68 kasus tersebut merupakan kasus kekerasan seksual, fisik, verbal, dan pernikahan dini yang dilaporkan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

“Data itu memang data yang melapor, dan berdasarkan yang kita tangani di UPTD. Sementara yang tidak melapor kita engga bisa dapat data,” ujarnya kepada Suara NTB, Jumat 1 november 2024.

68 korban yang sudah melapor diberikan pendampingan dan penanganan di UPTD DP3AP2KB baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

Pendampingan yang diberikan berupa pendampingan psikologis untuk menghilangkan rasa trauma korban. Sementara untuk tersangka dilaporkan ke pihak berwajib untuk mendapatkan efek jera.

Nunung mengaku mendapat hambatan dalam pemberian pendampingan kepada korban kekerasan anak dan perempuan. Pasalnya, masih banyak korban-korban kekerasan di luar sana yang takut untuk melaporkan kejahatan yang sedang atau pernah dialaminya.

“Kebanyakan masih takut melaporkan karena menganggap itu adalah aib keluarga, itu yang sering terjadi, aib keluarga atau aib institusi. Kebanyakan begitu. Itu yang membuat akhirnya mereka takut untuk melapor,” jelasnya.

Karena sedikitnya korban kekerasan yang berani melapor ke pihak perlindungan, akhirnya banyak kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi secara berulang.

Untuk itu, pihak DP3AP2KB sangat konsen terhadap hal-hal yang berbau kekerasan atau terindikasi akan menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Semua informasi kita langsung respon, karena kalau tidak begitu kasian anak-anak juga,” katanya.

Ia membeberkan alasan lain mengapa korban anak dan perempuan takut untuk melaporkan kekerasan yang menimpa dirinya, yaitu karena mereka mendapat ancaman dari pelaku. Sehingga mereka menutup mulut dan menerima tindak kekerasan yang mereka alami.

Nunung menjelaskan, pihaknya juga sangat mengatensi ketika ada aduan-aduan di sosial media. Ketika ditemukan akun yang mengadu dengan membuat status, maka akan langsung ditangani dan didampingi oleh pihak perlindungan anak dan perempuan.

“Kalau ada yang melapor dari sosmed itu menjadi atensi. Kemarin ada kasus di facebook ternyata ada anak ngomong saya ini merarik kodek. Itu kita kejar, dimana tempatnya, ternyata itu antar lintas kabupaten satu dengan kabupaten lainnya, itu kita tangani dan kita damping,” bebernya. (era)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO