Mataram (Suara NTB) – Pengembangan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dalam bidang pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) dapat menjadi metode internasionalisasi bahasa Indonesia yang efektif. Menyadari hal ini, Balai Bahasa Provinsi NTB membentuk inovasi Mandalika BIPA untuk Masyarakat Inovatif (Mandalika BUMI) demi membuat BIPA tersiarkan dan terfokus di bidang pariwisata.
Dalam praktik pengajaran Mandalika BUMI, dibutuhkan bahan ajar yang baku dan sesuai dengan keadaan di lapangan. Oleh karena itu, Tim Mandalika BUMI melakukan pengumpulan data untuk penyusunan bahan ajar BIPA. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat, 1 November 2024 dan Sabtu, 2 November 2024.
Pengumpulan data dilakukan di Gili Trawangan dengan menemui narasumber pengelola usaha di wilayah setempat. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan praktik langsung pengelola usaha snorkeling dan menyelam, yakni Mohni. Mohni menjelaskan beragam jenis turis yang biasanya menggunakan jasa snorkeling.
Ia mengaku bahasa menjadi kendala yang cukup menghambat komunikasi dengan pengguna jasa. Kebanyakan turis berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dan bahasa tubuh. Sementara itu, tidak semua pengelola jasa snorkeling di Gili Trawangan bisa berbahasa Inggris. Jangankan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pun terkadang masih bercampur dengan bahasa Sasak. Keadaan ini menjadikan program pengajaran BIPA dalam Mandalika BUMI dirasa tepat sasaran dan memiliki tujuan yang jelas.
Mohni juga memberi beragam startegi berkomunikasi yang ia lakukan kepada wisatawan asing. “Di awal, kami menggunakan bahasa tubuh dan tulisan. Lama-lama kami pun mampu menguasai bahasa Inggris sehari-hari. Baru akhir-akhir ini kami juga ajarkan bule sedikit bahasa Indonesia, terutama untuk menjelaskan nama makanan,” akunya.
Dalam proses pengumpulan data kali ini, tidak hanya Tim Mandalika BUMI, hadir pula Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafidz Muksin. Ia mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Balai Bahasa NTB atas inovasi Mandalika BUMI ini. “Balai Bahasa Provinsi NTB sudah mampu mengidentifikasi hal yang berbeda dari wilayah kerjanya. Hal ini yang membedakan dengan satker lainnya dan patut dijadikan inovasi,” tuturnya.
Hafidz juga bercakap-cakap dengan Gaspar, pengelola penginapan di Gili Trawangan. Ia adalah penutur jati bahasa Prancis yang telah 12 tahun menggunakan bahasa Indonesia. Menurut Hafidz, Gaspar yang kini telah fasih berbahasa Indonesia dapat menjadi pengajar BIPA yang representatif bagi wisatawan asing asal Prancis.
Potensi-potensi semacam ini harus segera dipetakan dan diberdayakan sebagai rencana jangka menengah Mandalika BUMI. Hal ini disetujui oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB, Puji Retno Hardiningtyas yang kini tengah menyusun dan menelusuri potensi desa dan tempat wisata serta karakter wisatawan asing lainnya di NTB. (ron)