Giri Menang (Suara NTB) – Bantuan pangan beras yang digelontorkan pemerintah masih menjadi polemik di Lombok Barat. Pasalnya, selain desa menolak bantuan ini lantaran banyak bantuan dikurangi sepihak. Persoalan lain juga ditemukan di lapangan, di mana banyak penerima bantuan yang masuk data tergolong kategori warga mampu atau kaya. Hal ini pun menuai polemik di bawah.
Informasi yang diterima media, penerima bantuan di beberapa desa di Lobar dari keluarga penerima manfaat (KPM) tergolong mampu. Banyak di antaranya memiliki tanah dan menjadi bos sebuah perusahaan. Oleh pihak Desa dan dusun mencoba untuk berkomunikasi dengan penerima bantuan ini agar mau suka rela memberikan kepada warga yang berhak. Namun hal ini butuh surat penolakan bantuan dari bersangkutan dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (STPJM).
Seperti disampaikan oleh Kades Bagik Polak, Amir Amraen Putra, bahwa data penerima bantuan pangan yang diberikan saat ini, ada penerima tergolong sudah mampu, sudah meninggal dunia, pindah KK dan di luar negeri. “Ada penerima KPM nya sudah mampu (kaya), meninggal dan pindah, ada keluar negeri,” terangnya. Diakui, data yang diberikan ini benar adalah warganya, namun masih ada warga lain yang lebih berhak menerima dari nama nama yang ada di data tersebut.
Di Desanya sendiri penerima bantuan beras ini sebanyak 685 KPM, sementara di data itu sudah banyak KPM yang seharusnya tidak berhak menerima Bantuan Pangan itu dikarenakan hidupnya sudah layak sedangkan masih banyak KPM lain yang lebih berhak.
Sementara untuk mengubah KPM penerima, tidak dibolehkan. Sedangkan kalau pihak desa yang mengubah data penerimanya, nanti itu khawatir dijadikan temuan. “Kita Kades yang disalahkan lagi,”ujarnya.
Pihaknya pun mendesak agar data itu diperbaiki dulu, karena tak sesuai fakta di lapangan. Ia mengkritik bantuan yang disalurkan dari pemerintah pusat, provinsi atau Kabupaten. ‘’Karena data penerimanya itu-itu saja,” ujarnya. Akibatnya, pihaknya selalu menerima protes dari warga. Sementara dari Pemdes sendiri sudah sering melakukan perbaikan data dan menyampaikan ke Pusat melalui Kabupaten untuk dilakukan perbaikan data.”Sudah sering kita sampaikan data perbaikan ke Kabupaten, namun yang muncul, data itu lagi,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Bappeda Lobar selaku OPD pengelola data P3KE yang menjadi acuan penerima bantuan pangan beras ini, menjelaskan data P3KE yang diterima dari Kemenko PMK ini mengacu tahun 2021 sehingga memungkinkan ketika itu warga masih tergolong tak mampu. Namun dalam kurun waktu 3 tahun, bisa jadi berubah kondisi ekonominya menjadi kaya.
Ia menjelaskan, selain dari bantuan pangan ini ada juga intervensi yang dilakukan pihak desa terhadap warga miskin ekstrem. Di mana pihak desa berkoordinasi soal data warga miskin. Pihaknya pun memberikan data warga miskin sekitar 5.000 jiwa yang diintervensi oleh desa. “Dari data itu divervali desa, ada ditemukan warganya sudah mampu,” ujarnya. Diakui dari hasil rapat dengan Bulog dan OPD terkait, bagaimana solusi dengan penerima tak tepat sasaran ini. Solusi nya warga yang tak layak memperoleh bantuan bisa diganti dengan warga yang layak.
Namun harus dengan catatan ada surat penolakan menerima bantuan dari warga yang masuk sebagai KPM dan surat pertanggung jawaban mutlak dari desa.
Pihaknya sendiri akan melakukan Verivali terhadap data P3KE ini khusus pada desil 1. Kegiatan Verivali ini dilakukan bersama Dinsos. Dan hasil data lapangan yang ditemukan saat penyaluran bantuan ini juga akan disampaikan juga pada Verivali dan Kementerian terkait. Untuk kegiatan Verivali ditarget dimulai pada triwulan I atau sekitar bulan Maret. Kedepan pihaknya berharap agar dalam penyaluran berbagai jenis bantuan pemerintah menggunakan satu data yakni hasil Pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan BPS. “Sebab kalau satu data diacu, kan kemungkinan perbedaan-perbedaan tak terlalu mencolok,” jelasnya. (her)