spot_img
Selasa, Februari 4, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK UTARA35 Ribu Wajib Pilih Tak Memilih, Bawaslu Minta OPD Pemda KLU Tindaklanjuti...

35 Ribu Wajib Pilih Tak Memilih, Bawaslu Minta OPD Pemda KLU Tindaklanjuti IKP 2024

Tanjung (Suara NTB) – Bawaslu Kabupaten Lombok Utara (KLU) meminta kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait Pemda KLU untuk menindaklanjuti Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024. Menurut Bawaslu, Pendidikan Politik dan Berkelanjutan perlu diprogramkan oleh OPD terkait untuk mencerdaskan dimensi politik masyarakat.

“Pendidikan politik dan keberlanjutan demokrasi, saya menilai tidak harus dibahas 5 tahun sekali, atau pada saat menjelang Pilkada saja. Harus ada upaya stakeholder khususnya OPD teknis Pemda Lombok Utara untuk memprogramkan penguatan edukasi politik tersebut,” ungkap Kordiv P2HP, Bawaslu Lombok Utara, Ria Sukandi, Senin, 3 Februari 2025.

Ia menjelaskan, di setiap pemilihan baik Pileg maupun Pilkada, isu sentral di masyarakat masih berkutat pada money politic, hoax dan isu SARA. Oleh karenanya, Bawaslu berharap OPD teknis di Pemda lebih banyak memberikan pendidikan politik untuk membangun kesadaran maupun akses luas kepada masyarakat untuk berkumpul dan menyampaikan ekspresi dalam muatan politik skala lokal.

“Sementara kita ngomong hoaks, sara, money politics, setelah tahapan minimal ada diskusi berkelanjutan. Evaluasi apa dinamika yang terjadi di daerah selama tahapan itu,” ucapnya.

“Kita ingin Pemda merespon data Indeks Kerawanan Pemilu, bahwa ada sekitar 35 ribu wajib pilih tidak bisa memilih karena soal sistemik. Masalah ini perlu diurai agar tidak terjadi lagi ke depannya,” sambung Andi.

Ia melanjutkan, pendidikan politik dan berkelanjutan tidak hanya menjadi tugas penyelenggara Pemilu. Mengingat tugas utama Bawaslu adalah mengawasi, mencegah dan menindaklanjuti setiap temuan baik temuan internal maupun laporan eksternal.

Menurut dia, Pemda selaku pihak yang berkepentingan dalam menjaga kondusivitas pra, selama dan pascapemilu perlu mengurai setiap simpul permasalahan politik masyarakat. Misalnya, mengapa angka partisipasi masyarakat untuk tidak memilih menjadi begitu besar.

“Kebutuhan terhadap kesadaran demokrasi dan politik saat akan Pilkada, penting, tapi pasca juga penting.  Yang terjadi di daerah kita, isu SARA pascapemilu, yang sebenarnya kita tidak mau kasusnya berlanjut dalam konteks demokrasi lokal. Sehingga kami butuh Kesbangpol (KLU) melihat ini sebagai agenda penyadaran demokrasi berkelanjutan,” paparnya.

Andi mencatat, ragam isu lokal yang terbentuk di Lombok Utara, khususnya giringan pada disparitas kewilayahan menjadi perbincangan tajam oleh publik selama tahapan pilkada kemarin. Isu ini menjadi tidak sehat, terlebih jika muncul setiap tahun selama pelaksanaan sebuah pemerintahan.

“Kita berharap disparitas kewilayahan tidak muncul tiap tahun, karena demokrasi KLU tujuannya untuk memperbincangkan masyarakat secara umum dan utuh, tidak satu kecamatan saja.  Kesbang bisa garap isu kemarin sebagai bahan masukan dan perbaikan. Jadi tidak cukup oleh penyelenggara saja untuk menangkal isu sara, hoax, ataupun money politic, melainkan butuh keterlibatan pers dan LSM di dalamnya,” tandas Andi. (ari)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO