Mataram (Suara NTB) – Dua perusahaan dari modal asing saling klaim atas pengelolaan perairan Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Dua perusahaan tersebut adalah PT Eco Solutions Lombok (ESL) dan perusahaan budidaya mutiara, PT Autore Pearl Culture. Kedua perusahaan ini masing-masing merasa memiliki hak pengelolaan di Desa Sekaroh.
Komisaris PT ESL, I Gusti Putu Ekadana bersama Direktur Utama PT ESL, Jhon Higson menyampaikan komitmennya untuk mengelola kawasan darat dan laut yang di wilayah Sekaroh, sebagaimana izin-izin yang diterimanya dari pemerintah, sejak lebih dari 10 tahun lalu.
Ekadana menyampaikan kisah, pada tahun 2010, PT ESL diundang Pemkab Lotim untuk berinvestasi pada sektor pariwisata dengan konsep kelestarian lingkungan.
“Izin yang diberikan saat itu jelas, 90 persen untuk pemulihan hutan dan 10 persen untuk pariwisata. Bahkan Dubes Swedia mengatakan proyek ini akan menjadi cermin kecil bagi dunia dalam pengelolaan hutan yang terancam,” kata Ekadana, Sabtu, 1 Januari 2025.
Izin PT ESL resmi keluar pada 2013, tetapi perubahan kepemimpinan di Lombok Timur kerap kali menghambat kelanjutan investasi. Bahkan, tiba-tiba muncul 33 sertifikat di kawasan hutan lindung yang kemudian dibatalkan setelah diproses secara hukum. Namun, selama proses itu, hutan Sekaroh berubah menjadi lahan jagung akibat eksploitasi.
Dalam perjalanannya, kawasan yang sebelumnya diperuntukkan sebagai ruang pariwisata termasuk perairannya tiba-tiba berubah menjadi area budidaya mutiara oleh PT. Autore.
“Padahal, kami mengurus izin sesuai aturan, tetapi tiba-tiba kenapa muncul rekomendasi operasi untuk Autore. Ini menjadi citra yang tidak baik bagi investor,” katanya.
PT ESL telah menginvestasikan sekitar 6 juta dolar AS atau sekitar Rp90 miliar (1 USD = Rp15.000) untuk pembangunan dan operasional sampai saat ini di Sekaroh. Belum termasuk rencana pembangunan vila bertaraf internasional di kawasan tersebut. Namun, berbagai kendala mulai dari perizinan hingga dugaan konspirasi menghambat kelangsungan proyek ini.
Ekadana menegaskan bahwa langkah hukum akan terus ditempuh jika pemerintah tidak segera mengambil keputusan tegas terhadap PT Autore. Pemerintah dianggap melakukan pembiaran kepada Autore yang melakukan aktivitas budi daya pada kawasan yang notabenenya dikelola oleh PT. ESL. Kondisi itu dianggap sebagai pemberian hak di atas hak.
“Kami mendesak pemerintah untuk tidak berlarut-larut dalam masalah ini. Kami juga sudah sampaikan kepada pak Sekda (Sekda NTB, Lalu Gita). Jika dibiarkan, wibawa pemerintah daerah akan terancam dan citra investasi Lombok Timur menjadi buruk,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pelanggaran tata ruang yang dibiarkan dapat berdampak hukum bagi para pemangku kebijakan.
Terpisah, Seno dari PT Autore menegaskan, kegiatan usaha budidaya yang selama ini dilakukan, khususnya di perairan Sekaroh, perusahaan sudah berupaya untuk patuh dan mengikuti ketentuan perizinan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kegiatan budi daya yang dilaksanakan berdasarkan persetujuan serta rekomendasi tertulis yang telah didapatkan dari Dinas Perikanan Lombok Timur dan Bupati Lombok Timur sejak tanggal 30 September 2010 serta dukungan yang diberikan oleh masyarakat desa sekitar antara lain melalui surat Dukungan Masyarakat Nelayan Desa Pulau Maringkik pada 11 Oktober 2012.
Selanjutnya, dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja, PT APC saat ini sedang melakukan penyesuaian perizinan sebagaimana dipersyaratkan, pengurusan perizinan sejak Agustus 2024, dan saat ini sedang menunggu persetujuan dari instansi terkait.
“Untuk izin darat ESL kami tidak tau, kalau untuk izin laut, berdasarkan pertemuan terakhir dalam rangka penilaian teknis oleh KKP pusat dan BPSPL Denpasar, perizinan PT Autore sudah dinyatakan lengkap, sedangkan perizinan ESL ditolak. Setahu kami, izin laut ESL belum pernah punya, jadi mereka baru kali ini mengajukan PKKPRL-nya,” demikian ujar Seno.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim, ST.,M.Si., menegaskan, tidak boleh ada pihak yang mengklaimruang laut, selama belum terbit izinnya dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
“Kami tidak berpihak kepada siapapun, mau ESL, mau Autore. Atau siapa pun, karena semua pihak memiliki hak yang sama. Sepanjang mereka mengajukan permohonan pemanfaatan ruang laut. Nanti KKP akan turun melakukan verifikasi. Silakan saja ajukan kebutuhannya ke KKP,” pungkas Muslim. (bul)