Giri Menang (Suara NTB) – Perjuangan guru dan anak-anak di Meang Desa Persiapan Pengantap untuk bisa menempuh pendidikan sangatlah berat. Pasalnya, tiap hari mereka melalui jalan rusak parah sepanjang 3-4 kilometer. Di samping, kondisi sekolah sebagian besar rusak.
Salah seorang guru di SDN 11 Meang menceritakan tiap hari harus berjuang menuju ke sekolah melewati jalan rusak dan sungai. “Jarak tempuh ke sekolah itu hampir 3-4 kilometer, naik turun bukit dan lewati sungai. Kondisi jalannya rusak parah,” terang guru tersebut.
Ia dan semua guru tiap hari melewati jalan itu. Yang sangat miris ketika hujan, jalan itu tidak bisa dilalui, karena kendaraan pun terjebak lumpur. Kerena kondisi ini, sering kali terlambat.
Ia sendiri mengajar sejak awal 2019 atau hampir 6 tahun. Suka dan duka dirasakan para guru dan murid selama sekian lama. Â Namun ia menikmati tugasnya, karena para guru membangun sistem kekeluargaan, saling dukung antara guru dan kepala sekolah. Ia merasakan bahwa perjuangan mengajar dan anak-anak mengenyam pendidikan di wilayah itu cukup berat.
Para murid juga naik jalan kaki menuju sekolah itu. Karena sumber murid sebagian besar dari wilayah bagian bawah, sedang-kan di atas bukit ada sekitar 10 orang anak. Mereka pun berjibaku melalui jalan rusak tersebut. Bahkan anak-anak ini sudah terbiasa menempuh jalur ekstrem demi mengenyam pendidikan. Selain jalan rusak, kondisi sekolah juga rusak parah sejak hampir setahun. Awalnya, sekolah itu diterjang angin dipicu hujan sehingga cepat mengalami kerusakan.
Dari enam lokal sekolah hampir semua rusak. Kondisi ini menyebabkan proses belajar mengajar tidak nyaman. Karena kalau hujan bocor, sedangkan ketika cuaca panas, kondisi ruangan pun panas. Apakah ada insentif bagi guru? Ia mengaku tidak ada insentif.
“Tidak ada, sama aja dengan guru yang mengajar di bawah (daerah dataran rendah),’’ ujarnya.
Insentif berupa Gudacil telah lama dihapus, sehingga para guru pun mendapatkan gaji dan sertifikasi saja, seperti biasa guru normal yang mengajar di kota.
“Tapi yang namanya tugas, kita jalankan, harus ikhlas, karena kalaupun tugas negara kalau tidak ikhlas dan tidak ada niat baik maka jarang naik (mengajar),”imbuhnya. Â Kendati demikian, para guru di SDN 11 Meang pun rajin masuk mengajar.
Sementara itu, Kepala SDN 11 Meang Mahmud Huri mengakui, selain sekolah yang rusak. Akses jalan ke sekolah itu juga rusak parah. Selama puluhan tahun mengajar di sekolah itu, ia dan guru lain berjibaku melalui jalan itu. “Sering kali hampir tiap hari kita nikmati roda kendaraan masuk ke kubangan lumpur, itu jadi tantangan kita,” aku dia.
Jalan yang rusak itu diperkirakan sepanjang 2 kilometer, tapi kalau dihitung dari wilayah Pengantap, panjangnya mencapai 3-4 kilometer. Bahkan, motor macet dan rantai putus sering kali dialami, sehingga guru pun membawa peralatan memperbaiki motor. Pengalaman berkesan selama berjibaku mengajar disana, ia dan guru pernah memikul kendaraan, karena air kali besar dan dalam serta deras. Karena untuk ke sekolah itu, selain melalui jalan perbukitan juga melewati kali atau sungai, sehingga menjadi kendala utama, ketika air sungai besar tidak ada jalan lain.
Bahkan kerap kali untuk melewati kali itu, ia dan guru-guru berenang. Karena kalau mau kembali, perjalanan sangat jauh sampai di sana. Sedangkan jarak dari kali ke sekolah sekitar 700 meter. “Mau balik sudah tempuh perjalanan jauh, terus mau balik, tidak sampai di sekolah, kami (guru) merasa sangat rugi,” tuturnya. Â (her)